Pemberdayaan Komunitas Lingkungan - Kategorial
Pengantar
Membangun Komunitas Basis Gerejani telah menjadi prioritas pastoral di
banyak keuskupan dan paroki-paroki. Umat dan para pemimpin Gereja memandang
gerakan ini sebagai pembaharuan Gereja. Perhatian untuk kebangkitan Komunitas
Basis Gerejani ini mendorong para uskup di tingkat keuskupan untuk
ditindaklanjuti. Munculnya gerakan ini sungguh mendapat perhatian karena sungguh
diyakini bahwa Komunitas Basis Gerejani merupakan suatu cara untuk menghadirkan
Gereja di tengah-tengah umat.
Gereja: Perjumpaan dalam Iman dan Cinta
Gereja yang kita
pahami adalah persekutuan umat beriman yang dapat bertemuh sebagai komunitas
iman, melayani, beribadat dan mewartakan–mengajar. Inilah tugas Gereja
yang menyentuh dimensi kehidupan dan memaknai kehidupan. Tetapi dimana ini
dapat diwujudkan? Mungkinkah Gereja sebagai persaudaraan antar umat dapat
dirasakan di gereja pada hari minggu dengan jumlah umat yang relatif besar?
Jujur saja kita mengakui bahwa pada ibadat mingguan setiap orang cenderung jadi
‘anonim’.
Mewujudkan Gereja sebagai perjumpaan dimana umat semakin merasakan
kebersamaannya dengan sesamanya mengandaikan hadirnya Komunitas Basis Gerejani.
Itu dapat diartikan kelompok kecil dan minat (teritorial – kategorial).
Mencermati jaman ini harus berani berkata bahwa ada kecenderungan orang
jadi anonim. Dalam istilah sosiologi manusia menjadi individualistis. Manusia
jaman ini semakin tidak mengenal sesamanya dan kurang perduli akan orang lain.
Majunya alat-alat transportasi dan informasi membuat kita sesingkat mungkin
berada di tempat dan mau pergi segera ke tempat lain. Kita mesti cepat-cepat
meninggalkan kompleks gereja dan berpacu dengan kendaraan untuk mengejar tempat
lain. Dengan ‘hp’ di tangan, kita pun cepat menarik diri dari kumpulan untuk
menghubungi atau menjawab panggilan. Akibatnya orang semakin kurang kontak satu
sama lain.
Di sisi lain orang mencari kontak entah itu karena minat atau karena
persamaan persoalan yang hendak dipecahkan. Makin banyak muncul
kumpulan-kumpulan sebagai wadah membangun kontak - kebersamaan. Kiranya
stasi-stasi perlu menciptakan suasana untuk itu. Berbagai kesempatan dan wadah
untuk sharing iman dan pengalaman mestinya dimungkinkan walau tidak bisa
menyamaratakan semua orang. Perlunya kelompok sebagai wadah pertemuan umat.
Kelompok kecil dan minat itu punya fungsi:
-
Kesempatan
para anggota mengalami dan menghidupi paham kemuridan. Kelompok kecil
menciptakan suasana saling mengenal dan agak mudah terjadi sharing iman,
sharing Kitab Suci dan sekaligus pelayanan antar sesama dalam lingkungan dan
jemaat yang paling basis
-
Para
anggota saling meyakinkan perihal perjuangan iman dan mempunyai keberanian
untuk mengundang orang lain mengalami hal yang sama
-
Kesempatan
untuk membina dan mendalami iman dan berpastoral secara
kelompok memberi perhatian kepada umat.
Kombas
(Komunitas Basis) harus dilihat sebagai kesempatan membuat Gereja itu semakin
hadir dan dialami oleh umat sebagai kebersamaan. Gereja benar-benar berada di
dalam lingkungan hidup, artinya tumbuh dan berakar di tengah-tengah masyarakat
dimana ia berada sehingga Gereja itu sungguh menjadi interaksi atau perjumpaan
umat dalam iman. Dengan ini
keberadaan komunitas basis sesuatu yang mutlak. Hal ini tentu menjadi salah
satu strategi berpastoral. Paroki atau stasi yang umum kita kenal di tempat
kita ini kiranya menjadi persekutuan dari komunitas-komunitas umat beriman yang
pada gilirannya menjadi komunitas evangelisasi. Dan pada akhirnya Gereja pun
memaknai kebersamaan dengan menjadikan persekutuan itu sebagai sakramen
kehadiran dan pengalaman akan Kerajaan Allah.
Berkumpul di
Sekitar Sabda Tuhan
Kelompok kecil adalah
salah satu cara atau usaha membuat Gereja sungguh menjadi pengalaman
kebersamaan yang dekat satu sama lain. Suatu persekutuan dengan jumlah umat
cukup banyak tentu membuat kita merasa bangga sebagai anggota Gereja, tetapi dalam
kelompok massal dan besar semakin potensial seorang pribadi terlupakan atau
luput dari perhatian.
Orang kristen pada
zaman para rasul adalah kelompok kecil. Mereka berkumpul dari rumah ke rumah di
mana mereka merefleksikan Sabda Tuhan, berdoa dan memecahkan roti. Setiap
pribadi mengalami dan merasakan perhatian dari sesamanya. Dalam persekutuan
umat perdana terungkap interaksi yang sangat dinamis dan solidaritas yang rela berbagi
dengan sesama yang berkekurangan (Kis 2:41-47).
Komunitas kecil Gereja
jumlahnya memang relatif kecil. Jumlah keanggotaannya boleh jadi tidak lebih
20-30 orang. Tetapi kelompok kecil itu potensial mengungkapkan inti terdalam
Gereja sekaligus menjadi pusat pendalaman spiritual dan evangelisasi. Dengan
komunitas kecil perhatian akan banyak tercurah pada persekutuan di mana sabda
Tuhan menjadi pusat hidup mereka. Dalam kelompok mereka membaca dan
mendengarkan sabda Tuhan. Sabda Tuhan itu dijadikan sebagai pegangan hidup bagi
pribadi dan sesama sehingga kelompok semakin dicipta menurut
hakikatnya yaitu kebersamaan hidup yang saling membangun satu sama lain.
Mendengarkan sabda Tuhan merupakan sentral dalam kelompok.
Gereja dengan
Berbagai Komunitas
Sekarang ini
komunitas-komunitas kecil muncul di mana-mana dan kita pun menghadapi komunitas
yang pluralistik. Dalam komunitas-komunitas kristiani itu hadirlah bermacam
orang dari berbagai latarbelakang, lingkungan, kategori, dsb. Kendati terdiri
dari berbagai komunitas yang kecil, komunitas-komunitas itu bukanlah merupakan
perpecahan dari Gereja yang satu dan universal.
Kelompok-kelompok
kristiani atau kelompok spiritual yang sedang marak hampir di setiap paroki
bukanlah merupakan persaingan tetapi harus dilihat sebagai daya hidup Gereja
yang dinamis. Kelompok itu bukanlah merupakan kelompok yang terlepas dari
Gereja, tetapi mereka anggota dari satu Tubuh. Gereja semakin hidup di tengah
kelompok kecil itu. Sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak,
dan segala anggota itu sekalipun banyak merupakan satu tubuh (1Kor 12:12-31),
demikian pula halnya dengan komunitas Gereja kecil yang pluralistik itu adalah
bagian dari Gereja yang satu.
Kehadiran lingkungan
dan kelompok kategorial lainnya semestinya diyakini sebagai sarana efektif
untuk menjadikan kebersamaan sebagai Gereja lebih nyata. Oleh sebab itu
pemekaran lingkungan dan pemberdayaan kelompok-kelompok lainnya perlu
dioptimalkan sehingga setiap orang merasa dihargai dan disapa secara personal.
KAM dan Komunitas
Gerejawi
Peranan kelompok basis
sebagai salah satu cara hidup menggereja sangat diyakini oleh Gereja KAM. Jauh
sebelum SAKGI 2000 merumuskan kelompok basis sebagian salah satu cara mengalami
Gereja yang hidup, KAM sudah lebih dahulu mengambil sikap akan kehadiran
kelompok kecil.
Rapat Diosesan (RD) II
KAM. Tahun 1982, menggariskan:
“Kelompok kristiani adalah
merupakan sekelompok orang kecil beriman yang dalam hidupnya masing-masing
merasa dirinya sebagai bagian dari kelompok, yang saling mengenal dan saling
menolong. Mereka menghayati dan mengamalkan cintakasih, dan hidup serta
kegiatannya sehari-hari didasari oleh iman akan Tuhan kita Yesus Kristus dan
menguatkan iman itu. Masing-masing anggota dan bersama-sama sabagai kelompok
bertanggungjawab atas iman dan hidup jemaat. Mereka merupakan satu kesatuan,
saling berkomunikasi dan mempunyai hubungan antar pribadi yang dekat dan
lancar.”
Cita-cita ini dan
peneguhan dalam SAGKI tahun 2000 yang
menekankan kehadiran komunitas basis (kombas) menjadi salah satu kebijakan
berpastoral kita.
“Dengan mengembangkan
komunitas-komunitas basis, kita mengharapkan dapat mewujudkan kehidupan beriman
dan menggereja yang lebih aktif serta menjadi lebih siap untuk ikut berperan di
tengah masyarakat kita. Dengan cara itu, kita bergerak bersama menanggapi
panggilan Roh Allah sendiri” (art 8).
Sekali lagi komunitas
kecil itu harus dilihat sebagai sarana berpastoral yang lebih efektif untuk
mewujudkan Gereja sebagai perjumpaan umat dan juga dengan Tuhan.
SAGKI 2005 yang
mencita-citakan “habitus baru” di mana orang kristen itu menunjukkan
jati dirinya sebagai orang beriman yang
menjadi garam dan terang dunia, juga mengandaikan kehadiran kombas. Sementara
Sinode V KAM sekali menegaskan kehadiran komunitas kecil ini sebagai salah satu
cara hidup menggereja. “Untuk semakin
mewujudkan kesatuan dari persekutuan-persekutuan (communion of communities)
sebagai cara baru hidup menggereja dalam konteks KAM, kiranya
komunitas-komunitas gerejawi yang ada dan merupakan salah satu kekayaan Gereja
KAM perlu diberdayakan; baik dari segi cara baru berada (new way of being) maupun segi cara cara berpastoral (new
way of doing). Pembinaan dan pendampingan
secara konsisten dan efektif merupakan hal yang niscaya” (11).
Komunitas Umat Allah Ambil Bagian dalam Misi Rangkap
Tiga Kritus (Imam, Nabi, Raja).
Konsili Vatican II, khususnya konstitusi Gereja (LG) mengaitkan ketiga aspek
tugas dengan gambaran Gereja sebagai Umat Allah
yakni sifat sebagai nabi, raja dan imam (LG 10-13). Gereja sebagai keseluruhan
ambil bagian dalam misi Kristus yang rajawi, imami dan propetis. Umat Allah
ambil bagian dalam ketiga tugas ini karena baptisan dan keanggotaan mereka
dalam Gereja (LG 34, 35, 36). Sementara dalam dokument Ad Gentes 15, komunitas-komunitas
umat beriman yang dibangun di daerah misi adalah untuk membawa misi Kritus yang
bersifat rajawi, propetis dan imami.
Komunitas
Profetis
Kombas secara aktif ambil bagian dalam misi profetis Kristus. Kombas adalah
komunitas profetis. Mereka mendengar, mewartakan dan memberi kesaksian kepada
sabda Tuhan. Mereka adalah komunitas yang diinjili dan menginjil, komunitas
yang belajar dan mengajar, komunitas yang bersaksi. Program dan kegiatan yang
secara konkrit mengungkapkan sifat kenabian ini dapat berupa seminar, sharing
Kitab Suci, penyadaran akan hal-hal sosial dan ketekese. Kegiatan yang paling
rutin adalah refleksi Kitab Suci dimana anggota berkumpul bersama di rumah-rumah
atau di kapel untuk merenungkan Sabda Tuhan dan situasi konkrit umat. Dalam
terang iman mereka menyingkapkan jawaban konkrit dan tindakan nyata.
Komunitas
Imamat Rajawi
Komunitas Basis secara aktif ambil bagian dalam misi imamat Kristus.
Dengan demikian mereka adalah umat yang beribadat. Mereka beribadat dan
merayakan iman dalam komunitas. Imamat ini secara nyata diekspresikan dalam
partisipasi liturgis, dalam doa dan ucapan syukur, dalam persembahan kurban
spiritual dan dalam pengorbanan diri yang boleh mencakup kesediaan untuk
kemartiran bila itu perlu. Kegiatan yang mengungkapkan sifat imami dari Kombas
adalah, pelayanan mingguan yang diadakan di kapel, di rumah-rumah, misa
bulanan, perayaan pesta, devosi, dsb. Kombas dapat meneruskan peribadatan
biarpun tidak ada imam.
Komunitas
yang Melayani.
Komunitas Basis sungguh aktif ambil bagian dalam misi rajawi dari Kristus.
Karena misi rajawi ini diungkapkan dalam pelayanan, Kombas adalah komunitas
yang melayani. Mereka berupaya mewujudkan Kerajaan Allah sebagai suatu realitas
dalam dunia ini dengan mempromosikan damai, keadilan, perkembangan integral dan
pembebasan dan keutuhan ciptaan. Dalam hal ini boleh jadi dimungkinkan kegiatan-kegiatan
maupun program yang mengungkapkan sifat melayani dari Kombas berupa pengembangan
ekonomi yang menjawab kebutuhan umat seperti proyek kehidupan, kelompok,
pertanian organik, program kesehatan, dsb. Kampanye pelestarian lingkungan,
pembelaan hak-hak azasi, menyuarakan pemilihan yang adil.
Sifat propetis, rajawi, imami dari Kombas harus dipandang sebagai kerangka
kerja yang berdimensi tiga yang memberi visi menyeluruh Kombas. Dimensi
propetis, rajawi, imami adalah tiga dimensi essensial dari Kombas. Kombas tidak
saja kelompok sharing Kitab Suci, bukan saja pertemuan liturgi, juga bukan
hanya organisasi sosio ekonomi dan politik. Tugas berlanjut Kombas adalah untuk
mengembangkan dan mengintegrasikan ketiga dimensi ini dan menumbuhkan komunitas
yang imami, propetis dan melayani.
Penutup
Gereja yang hendak
menemukan jati dirinya sungguh persekutuan harus dibangun dalam komunitas-komunitas
umat beriman. Kelompok-kelompok kristiani harus dilihat sebagai salah satu
strategi berpastoral yang efektif untuk menjadikan Gereja sebagai kebersamaan
dan menghayati rasa persaudaraan. Tujuan utama usaha pastoral dalam Gereja
sekarang ini adalah membangun komunitas-komunitas yang membuat setiap pribadi
menghayati hidup kristiani.
P.Octavianus
Situngkir OFMCap
Komkat KAM
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus