Jumat, 12 Desember 2014

Komunitas Lingkungan - Kategorial




Komunitas Lingkungan – Kategorial
Perwujudan Panca Tugas Gereja

Pengantar
Membangun Komunitas Basis Gerejani telah menjadi prioritas pastoral di banyak keuskupan dan paroki-paroki. Umat dan para pemimpin Gereja memandang gerakan ini sebagai pembaharuan Gereja. Perhatian untuk kebangkitan Komunitas Basis Gerejani ini mendorong para uskup di tingkat keuskupan untuk ditindaklanjuti. Munculnya gerakan ini sungguh mendapat perhatian karena sungguh diyakini bahwa Komunitas Basis Gerejani merupakan suatu cara untuk menghadirkan Gereja di tengah-tengah umat.

Gereja: Perjumpaan dalam Iman dan Cinta

Gereja yang kita pahami adalah persekutuan umat beriman yang dapat bertemuh sebagai komunitas iman, melayani, beribadat dan mewartakan–mengajar. Inilah tugas Gereja yang menyentuh dimensi kehidupan dan memaknai kehidupan. Tetapi dimana ini dapat diwujudkan? Mungkinkah Gereja sebagai persaudaraan antar umat dapat dirasakan di gereja pada hari minggu dengan jumlah umat yang relatif besar? Jujur saja kita mengakui bahwa pada ibadat mingguan setiap orang cenderung jadi ‘anonim’. 


Mewujudkan Gereja sebagai perjumpaan dimana umat semakin merasakan kebersamaannya dengan sesamanya mengandaikan hadirnya Komunitas Basis Gerejani. Itu dapat diartikan kelompok kecil dan minat (teritorial  – kategorial).

Mencermati jaman ini harus berani berkata bahwa ada kecenderungan orang jadi anonim. Dalam istilah sosiologi manusia menjadi individualistis. Manusia jaman ini semakin tidak mengenal sesamanya dan kurang perduli akan orang lain. Majunya alat-alat transportasi dan informasi membuat kita sesingkat mungkin berada di tempat dan mau pergi segera ke tempat lain. Kita mesti cepat-cepat meninggalkan kompleks gereja dan berpacu dengan kendaraan untuk mengejar tempat lain. Dengan ‘hp’ di tangan, kita pun cepat menarik diri dari kumpulan untuk menghubungi atau menjawab panggilan. Akibatnya orang semakin kurang kontak satu sama lain.

Di sisi lain orang mencari kontak entah itu karena minat atau karena persamaan persoalan yang hendak dipecahkan. Makin banyak muncul kumpulan-kumpulan sebagai wadah membangun kontak - kebersamaan. Kiranya stasi-stasi perlu menciptakan suasana untuk itu. Berbagai kesempatan dan wadah untuk sharing iman dan pengalaman mestinya dimungkinkan walau tidak bisa menyamaratakan semua orang. Perlunya kelompok sebagai wadah pertemuan umat.

Kelompok kecil dan minat itu punya fungsi:
-          Kesempatan para anggota mengalami dan menghidupi paham kemuridan. Kelompok kecil menciptakan suasana saling mengenal dan agak mudah terjadi sharing iman, sharing Kitab Suci dan sekaligus pelayanan antar sesama dalam lingkungan dan jemaat yang paling basis
-          Para anggota saling meyakinkan perihal perjuangan iman dan mempunyai keberanian untuk mengundang orang lain mengalami hal yang sama
-          Kesempatan untuk membina dan mendalami iman dan berpastoral secara kelompok untuk memberi perhatian kepada umat.

Komunitas Basis (Kombas) harus dilihat sebagai kesempatan membuat Gereja itu semakin hadir dan dialami oleh umat sebagai kebersamaan. Gereja benar-benar berada di dalam lingkungan hidup, artinya tumbuh dan berakar di tengah-tengah masyarakat dimana ia berada sehingga Gereja itu sungguh menjadi interaksi atau perjumpaan umat dalam iman. Dengan ini keberadaan komunitas basis sesuatu yang mutlak. Hal ini tentu menjadi salah satu strategi berpastoral. Paroki atau stasi yang umum kita kenal di tempat kita ini kiranya menjadi persekutuan dari komunitas-komunitas umat beriman yang pada gilirannya menjadi komunitas evangelisasi. Dan pada akhirnya Gereja pun memaknai kebersamaan dengan menjadikan persekutuan itu sebagai sakramen kehadiran dan pengalaman akan Kerajaan Allah.

Berkumpul di Sekitar Sabda Tuhan
Kelompok kecil adalah salah satu cara atau usaha membuat Gereja sungguh menjadi pengalaman kebersamaan yang dekat satu sama lain. Suatu persekutuan dengan jumlah umat cukup banyak-besar tentu membuat kita merasa bangga sebagai anggota Gereja, tetapi dalam kelompok massal dan besar semakin potensial seorang pribadi itu terlupakan atau luput dari perhatian.

Orang kristen pada zaman para rasul adalah kelompok kecil. Mereka berkumpul dari rumah ke rumah di mana mereka merefleksikan Sabda Tuhan, berdoa dan memecahkan roti. Setiap pribadi mengalami dan merasakan perhatian dari sesamanya. Dalam persekutuan umat perdana terungkap interaksi yang sangat dinamis dan solidaritas yang rela berbagi dengan sesama yang berkekurangan (Kis 2:41-47).

Komunitas kecil Gereja jumlahnya memang relatif kecil. Jumlah keanggotaannya boleh jadi tidak lebih 20-30 orang. Tetapi kelompok kecil itu potensial mengungkapkan inti terdalam Gereja sekaligus menjadi pusat pendalaman spiritual dan evangelisasi. Dengan komunitas kecil perhatian akan banyak tercurah pada persekutuan di mana Sabda Tuhan menjadi pusat hidup mereka. Di dalam kelompok mereka membaca dan mendengarkan Sabda Tuhan. Sabda Tuhan itu dijadikan sebagai pegangan hidup bagi pribadi dan sesama sehingga kelompok semakin dicipta menurut hakikatnya yaitu kebersamaan hidup yang saling membangun satu sama lain. Mendengarkan sabda Tuhan merupakan sentral dalam kelompok.

Gereja dengan Berbagai Komunitas
Sekarang ini komunitas-komunitas kecil muncul di mana-mana dan kita pun menghadapi komunitas yang pluralistik. Dalam komunitas-komunitas kristiani itu hadirlah bermacam orang dari berbagai latarbelakang, lingkungan, kategori, dsb. Kendati terdiri dari berbagai komunitas yang kecil, komunitas-komunitas itu bukanlah merupakan perpecahan dari Gereja yang satu dan universal.

Kelompok-kelompok kristiani atau kelompok spiritual yang sedang marak hampir di setiap paroki bukanlah merupakan persaingan tetapi harus dilihat sebagai daya hidup Gereja yang dinamis. Kelompok itu bukanlah merupakan kelompok yang terlepas dari Gereja, tetapi mereka anggota dari satu Tubuh. Gereja semakin hidup di tengah kelompok kecil itu. Sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu sekalipun banyak merupakan satu tubuh (1Kor 12:12-31), demikian pula halnya dengan komunitas Gereja kecil yang pluralistik itu adalah bagian dari Gereja yang satu.

Kehadiran lingkungan dan kelompok kategorial lainnya semestinya diyakini sebagai sarana efektif untuk menjadikan kebersamaan sebagai Gereja lebih nyata. Oleh sebab itu pemekaran lingkungan dan pemberdayaan kelompok-kelompok lainnya perlu dioptimalkan sehingga setiap orang merasa dihargai dan disapa secara personal.

KAM dan Komunitas Gerejawi
Peranan kelompok basis sebagai salah satu cara hidup menggereja sangat diyakini oleh Gereja KAM. Jauh sebelum SAKGI 2000 merumuskan kelompok basis sebagian salah satu cara mengalami Gereja yang hidup, KAM sudah lebih dahulu mengambil sikap akan kehadiran kelompok kecil.

Rapat Diosesan (RD) II KAM. Tahun 1982, menggariskan:

“Kelompok kristiani adalah merupakan sekelompok orang kecil beriman yang dalam hidupnya masing-masing merasa dirinya sebagai bagian dari kelompok, yang saling mengenal dan saling menolong. Mereka menghayati dan mengamalkan cintakasih, dan hidup serta kegiatannya sehari-hari didasari oleh iman akan Tuhan kita Yesus Kristus dan menguatkan iman itu. Masing-masing anggota dan bersama-sama sabagai kelompok bertanggungjawab atas iman dan hidup jemaat. Mereka merupakan satu kesatuan, saling berkomunikasi dan mempunyai hubungan antar pribadi yang dekat dan lancar.”

Cita-cita ini dan peneguhan dalam SAGKI  tahun 2000 yang menekankan kehadiran komunitas basis (kombas) menjadi salah satu kebijakan berpastoral kita.

“Dengan mengembangkan komunitas-komunitas basis, kita mengharapkan dapat mewujudkan kehidupan beriman dan menggereja yang lebih aktif serta menjadi lebih siap untuk ikut berperan di tengah masyarakat kita. Dengan cara itu, kita bergerak bersama menanggapi panggilan Roh Allah sendiri” (art 8).

Sekali lagi komunitas kecil itu harus dilihat sebagai sarana berpastoral yang lebih efektif untuk mewujudkan Gereja sebagai perjumpaan umat dan juga dengan Tuhan.

SAGKI 2005 yang mencita-citakan “habitus baru” di mana orang kristen itu menunjukkan jati  dirinya sebagai orang beriman yang menjadi garam dan terang dunia, juga mengandaikan kehadiran kombas. Sementara Sinode V KAM sekali lagi menegaskan kehadiran komunitas kecil ini sebagai salah satu cara hidup menggereja.

“Untuk semakin mewujudkan kesatuan dari persekutuan-persekutuan (communion of communities) sebagai cara baru hidup menggereja dalam konteks KAM, kiranya komunitas-komunitas gerejawi yang ada dan merupakan salah satu kekayaan Gereja KAM perlu diberdayakan; baik dari segi cara baru berada (new way of being) maupun segi cara cara berpastoral (new way of doing). Pembinaan dan pendampingan secara konsisten dan efektif merupakan hal yang niscaya” (11). 
Komunitas Umat Allah Ambil Bagian dalam Misi Rangkap Tiga Kritus (Imam, Nabi, Raja).
Konsili Vatican II, khususnya konstitusi Gereja (LG) mengaitkan ketiga aspek tugas dengan gambaran gereja sebagai Umat Allah yakni sifat sebagai nabi, raja dan imam (LG 10-13). Gereja sebagai keseluruhan ambil bagian dalam misi Kristus yang rajawi, imami dan propetis. Umat Allah ambil bagian dalam ketiga tugas ini karena baptisan dan keanggotaan mereka dalam Gereja (LG 34, 35, 36). Sementara dalam dokument Ad Gentes 15, komunitas-komunitas umat beriman yang dibangun di daerah misi adalah untuk membawa misi Kritus yang bersifat rajawi, propetis dan imami.

Komunitas Profetis
Kombas secara aktif ambil bagian dalam misi profetis Kristus. Kombas adalah komunitas profetis. Mereka mendengar, mewartakan dan memberi kesaksian kepada sabda Tuhan. Mereka adalah komunitas yang diinjili dan menginjil, komunitas yang belajar dan mengajar, komunitas yang bersaksi. Program dan kegiatan yang secara konkrit mengungkapkan sifat kenabian ini dapat berupa seminar, sharing Kitab Suci, penyadaran akan hal-hal sosial dan ketekese. Kegiatan yang paling rutin adalah refleksi Kitab Suci dimana anggota berkumpul bersama di rumah-rumah atau di kapel untuk merenungkan Sabda Tuhan dan situasi konkrit umat. Dalam terang iman mereka menyingkapkan jawaban konkrit dan tindakan nyata.

Komunitas Imamat Rajawi
Komunitas Basis secara aktif ambil bagian dalam misi imamat Kristus. Dengan demikian mereka adalah umat yang beribadat. Mereka beribadat dan merayakan iman dalam komunitas. Imamat ini secara nyata diekspresikan dalam partisipasi liturgis, dalam doa dan ucapan syukur, dalam persembahan kurban spiritual dan dalam pengorbanan diri yang boleh mencakup kesediaan untuk kemartiran bila itu perlu. Kegiatan yang mengungkapkan sifat imami dari Kombas adalah, pelayanan mingguan yang diadakan di kapel, di rumah-rumah, misa bulanan, perayaan pesta, devosi, dsb. Kombas dapat meneruskan peribadatan biarpun tidak ada imam.

Komunitas yang Melayani.
Komunitas Basis sungguh aktif ambil bagian dalam misi rajawi dari Kristus. Karena misi rajawi ini diungkapkan dalam pelayanan, Kombas adalah komunitas yang melayani. Mereka berupaya mewujudkan Kerajaan Allah sebagai suatu realitas dalam dunia ini dengan mempromosikan damai, keadilan, perkembangan integral dan pembebasan dan keutuhan ciptaan. Dalam hal ini boleh jadi dimungkinkan kegiatan-kegiatan maupun program yang mengungkapkan sifat melayani dari Kombas berupa pengembangan ekonomi yang menjawab kebutuhan umat seperti proyek kehidupan, kelompok, pertanian organik, program kesehatan, dsb. Kampanye pelestarian lingkungan, pembelaan hak-hak azasi, menyuarakan pemilihan yang adil.

Sifat propetis, rajawi, imami dari Kombas harus dipandang sebagai kerangka kerja yang berdimensi tiga yang memberi visi menyeluruh Kombas. Dimensi propetis, rajawi, imami adalah tiga dimensi essensial dari Kombas. Kombas tidak saja kelompok sharing Kitab Suci, bukan saja pertemuan liturgi, juga bukan hanya organisasi sosio ekonomi dan politik. Tugas berlanjut Kombas adalah untuk mengembangkan dan mengintegrasikan ketiga dimensi ini dan menumbuhkan komunitas yang imami, propetis dan melayani.

Penutup
Gereja yang hendak menemukan jati dirinya sungguh persekutuan harus dibangun dalam komunitas-komunitas umat beriman. Kelompok-kelompok kristiani harus dilihat sebagai salah satu strategi berpastoral yang efektif untuk menjadikan Gereja sebagai kebersamaan dan menghayati rasa persaudaraan. Tujuan utama usaha pastoral dalam Gereja sekarang ini adalah membangun komunitas-komunitas yang membuat setiap pribadi menghayati hidup kristiani.



P.Octavianus Situngkir OFMCap
Komkat KAM

1 komentar:

  1. Mantap Pastor...semoga semagat Gereja Perdana semakin tumbuh dalam diri kami para umat.

    BalasHapus