Komunitas Lingkungan
– Kategorial
Perwujudan Panca Tugas Gereja
Pengantar
Membangun Komunitas Basis Gerejani telah menjadi prioritas pastoral di
banyak keuskupan dan paroki-paroki. Umat dan para pemimpin Gereja memandang
gerakan ini sebagai pembaharuan Gereja. Perhatian untuk kebangkitan Komunitas
Basis Gerejani ini mendorong para uskup di tingkat keuskupan untuk
ditindaklanjuti. Munculnya gerakan ini sungguh mendapat perhatian karena
sungguh diyakini bahwa Komunitas Basis Gerejani merupakan suatu cara untuk
menghadirkan Gereja di tengah-tengah umat.
Gereja:
Perjumpaan dalam Iman dan Cinta
Gereja yang kita pahami adalah persekutuan umat beriman yang dapat
bertemuh sebagai komunitas iman, melayani, beribadat dan mewartakan–mengajar.
Inilah tugas Gereja yang menyentuh dimensi kehidupan dan memaknai kehidupan.
Tetapi dimana ini dapat diwujudkan? Mungkinkah Gereja sebagai persaudaraan
antar umat dapat dirasakan di gereja pada hari minggu dengan jumlah umat yang
relatif besar? Jujur saja kita mengakui bahwa pada ibadat mingguan setiap orang
cenderung jadi ‘anonim’.
Mewujudkan Gereja sebagai perjumpaan dimana umat semakin merasakan
kebersamaannya dengan sesamanya mengandaikan hadirnya Komunitas Basis Gerejani.
Itu dapat diartikan kelompok kecil dan minat (teritorial – kategorial).
Mencermati jaman ini harus berani berkata bahwa ada kecenderungan orang
jadi anonim. Dalam istilah sosiologi manusia menjadi individualistis. Manusia
jaman ini semakin tidak mengenal sesamanya dan kurang perduli akan orang lain.
Majunya alat-alat transportasi dan informasi membuat kita sesingkat mungkin
berada di tempat dan mau pergi segera ke tempat lain. Kita mesti cepat-cepat
meninggalkan kompleks gereja dan berpacu dengan kendaraan untuk mengejar tempat
lain. Dengan ‘hp’ di tangan, kita pun cepat menarik diri dari kumpulan untuk
menghubungi atau menjawab panggilan. Akibatnya orang semakin kurang kontak satu
sama lain.
Di sisi lain orang mencari kontak entah itu karena minat atau karena
persamaan persoalan yang hendak dipecahkan. Makin banyak muncul
kumpulan-kumpulan sebagai wadah membangun kontak - kebersamaan. Kiranya
stasi-stasi perlu menciptakan suasana untuk itu. Berbagai kesempatan dan wadah
untuk sharing iman dan pengalaman mestinya dimungkinkan walau tidak bisa
menyamaratakan semua orang. Perlunya kelompok sebagai wadah pertemuan umat.
Kelompok kecil dan minat itu punya fungsi:
-
Kesempatan
para anggota mengalami dan menghidupi paham kemuridan. Kelompok kecil
menciptakan suasana saling mengenal dan agak mudah terjadi sharing iman,
sharing Kitab Suci dan sekaligus pelayanan antar sesama dalam lingkungan dan
jemaat yang paling basis
-
Para
anggota saling meyakinkan perihal perjuangan iman dan mempunyai keberanian
untuk mengundang orang lain mengalami hal yang sama
-
Kesempatan
untuk membina dan mendalami iman dan berpastoral secara kelompok untuk memberi
perhatian kepada umat.
Komunitas Basis (Kombas) harus
dilihat sebagai kesempatan membuat Gereja itu semakin hadir dan dialami oleh
umat sebagai kebersamaan. Gereja benar-benar berada di dalam lingkungan hidup,
artinya tumbuh dan berakar di tengah-tengah masyarakat dimana ia berada
sehingga Gereja itu sungguh menjadi interaksi atau perjumpaan umat dalam iman.
Dengan ini keberadaan komunitas basis sesuatu yang mutlak. Hal ini tentu
menjadi salah satu strategi berpastoral. Paroki atau stasi yang umum kita kenal
di tempat kita ini kiranya menjadi persekutuan dari komunitas-komunitas umat
beriman yang pada gilirannya menjadi komunitas evangelisasi. Dan pada akhirnya
Gereja pun memaknai kebersamaan dengan menjadikan persekutuan itu sebagai
sakramen kehadiran dan pengalaman akan Kerajaan Allah.
Berkumpul di Sekitar Sabda Tuhan
Kelompok kecil adalah salah satu cara atau usaha membuat Gereja sungguh
menjadi pengalaman kebersamaan yang dekat satu sama lain. Suatu persekutuan
dengan jumlah umat cukup banyak-besar tentu membuat kita merasa bangga sebagai
anggota Gereja, tetapi dalam kelompok massal dan besar semakin potensial
seorang pribadi itu terlupakan atau luput dari perhatian.
Orang kristen pada zaman para rasul adalah kelompok kecil. Mereka
berkumpul dari rumah ke rumah di mana mereka merefleksikan Sabda Tuhan, berdoa
dan memecahkan roti. Setiap pribadi mengalami dan merasakan perhatian dari
sesamanya. Dalam persekutuan umat perdana terungkap interaksi yang sangat
dinamis dan solidaritas yang rela berbagi dengan sesama yang berkekurangan (Kis
2:41-47).
Komunitas kecil Gereja jumlahnya memang relatif kecil. Jumlah
keanggotaannya boleh jadi tidak lebih 20-30 orang. Tetapi kelompok kecil itu
potensial mengungkapkan inti terdalam Gereja sekaligus menjadi pusat pendalaman
spiritual dan evangelisasi. Dengan komunitas kecil perhatian akan banyak
tercurah pada persekutuan di mana Sabda Tuhan
menjadi pusat hidup mereka. Di dalam
kelompok mereka membaca dan mendengarkan Sabda
Tuhan. Sabda Tuhan itu dijadikan sebagai pegangan hidup bagi pribadi dan sesama
sehingga kelompok semakin dicipta menurut hakikatnya yaitu
kebersamaan hidup yang saling membangun satu sama lain. Mendengarkan sabda
Tuhan merupakan sentral dalam kelompok.
Gereja dengan Berbagai Komunitas
Sekarang ini komunitas-komunitas kecil muncul di mana-mana dan kita pun
menghadapi komunitas yang pluralistik. Dalam komunitas-komunitas kristiani itu
hadirlah bermacam orang dari berbagai latarbelakang, lingkungan, kategori, dsb.
Kendati terdiri dari berbagai komunitas yang kecil, komunitas-komunitas itu
bukanlah merupakan perpecahan dari Gereja yang satu dan universal.
Kelompok-kelompok kristiani atau kelompok spiritual yang sedang marak
hampir di setiap paroki bukanlah merupakan persaingan tetapi harus dilihat
sebagai daya hidup Gereja yang dinamis. Kelompok itu bukanlah merupakan
kelompok yang terlepas dari Gereja, tetapi mereka anggota dari satu Tubuh.
Gereja semakin hidup di tengah kelompok kecil itu. Sama seperti tubuh itu satu
dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu sekalipun banyak merupakan
satu tubuh (1Kor 12:12-31), demikian pula halnya dengan komunitas Gereja kecil
yang pluralistik itu adalah bagian dari Gereja yang satu.
Kehadiran lingkungan dan kelompok kategorial lainnya semestinya diyakini
sebagai sarana efektif untuk menjadikan kebersamaan sebagai Gereja lebih nyata.
Oleh sebab itu pemekaran lingkungan dan pemberdayaan kelompok-kelompok lainnya
perlu dioptimalkan sehingga setiap orang merasa dihargai dan disapa secara
personal.
KAM dan Komunitas Gerejawi
Peranan kelompok basis sebagai salah satu cara hidup menggereja sangat
diyakini oleh Gereja KAM. Jauh sebelum SAKGI 2000 merumuskan kelompok basis
sebagian salah satu cara mengalami Gereja yang hidup, KAM sudah lebih dahulu
mengambil sikap akan kehadiran kelompok kecil.
Rapat Diosesan (RD) II KAM. Tahun 1982, menggariskan:
“Kelompok
kristiani adalah merupakan sekelompok orang kecil beriman yang dalam hidupnya
masing-masing merasa dirinya sebagai bagian dari kelompok, yang saling mengenal
dan saling menolong. Mereka menghayati dan mengamalkan cintakasih, dan hidup
serta kegiatannya sehari-hari didasari oleh iman akan Tuhan kita Yesus Kristus
dan menguatkan iman itu. Masing-masing anggota dan bersama-sama sabagai
kelompok bertanggungjawab atas iman dan hidup jemaat. Mereka merupakan satu
kesatuan, saling berkomunikasi dan mempunyai hubungan antar pribadi yang dekat
dan lancar.”
Cita-cita ini dan peneguhan dalam SAGKI
tahun 2000 yang menekankan kehadiran komunitas basis (kombas) menjadi
salah satu kebijakan berpastoral kita.
“Dengan
mengembangkan komunitas-komunitas basis, kita mengharapkan dapat mewujudkan
kehidupan beriman dan menggereja yang lebih aktif serta menjadi lebih siap
untuk ikut berperan di tengah masyarakat kita. Dengan cara itu, kita bergerak
bersama menanggapi panggilan Roh Allah sendiri” (art 8).
Sekali lagi komunitas kecil itu harus dilihat sebagai sarana berpastoral
yang lebih efektif untuk mewujudkan Gereja sebagai perjumpaan umat dan juga
dengan Tuhan.
SAGKI 2005 yang mencita-citakan “habitus baru” di mana orang
kristen itu menunjukkan jati dirinya
sebagai orang beriman yang menjadi garam dan terang dunia, juga mengandaikan
kehadiran kombas. Sementara Sinode V KAM sekali lagi menegaskan
kehadiran komunitas kecil ini sebagai salah satu cara hidup menggereja.
“Untuk
semakin mewujudkan kesatuan dari persekutuan-persekutuan (communion of
communities) sebagai cara baru hidup menggereja dalam konteks KAM, kiranya
komunitas-komunitas gerejawi yang ada dan merupakan salah satu kekayaan Gereja
KAM perlu diberdayakan; baik dari segi cara baru berada (new way of being) maupun segi cara cara berpastoral (new way of doing). Pembinaan dan pendampingan secara
konsisten dan efektif merupakan hal yang niscaya” (11).
Komunitas Umat Allah Ambil Bagian dalam Misi Rangkap
Tiga Kritus (Imam, Nabi, Raja).
Konsili Vatican II, khususnya konstitusi Gereja (LG) mengaitkan ketiga
aspek tugas dengan gambaran gereja sebagai Umat Allah yakni sifat sebagai nabi,
raja dan imam (LG 10-13). Gereja sebagai keseluruhan ambil bagian dalam
misi Kristus yang rajawi, imami dan propetis. Umat Allah ambil bagian dalam
ketiga tugas ini karena baptisan dan keanggotaan mereka dalam Gereja (LG 34,
35, 36). Sementara dalam dokument Ad Gentes 15, komunitas-komunitas umat
beriman yang dibangun di daerah misi adalah untuk membawa misi Kritus yang
bersifat rajawi, propetis dan imami.
Komunitas
Profetis
Kombas secara aktif ambil bagian dalam misi profetis Kristus. Kombas
adalah komunitas profetis. Mereka mendengar, mewartakan dan memberi kesaksian
kepada sabda Tuhan. Mereka adalah komunitas yang diinjili dan menginjil,
komunitas yang belajar dan mengajar, komunitas yang bersaksi. Program dan
kegiatan yang secara konkrit mengungkapkan sifat kenabian ini dapat berupa
seminar, sharing Kitab Suci, penyadaran akan hal-hal sosial dan ketekese.
Kegiatan yang paling rutin adalah refleksi Kitab Suci dimana anggota berkumpul
bersama di rumah-rumah atau di kapel untuk merenungkan Sabda Tuhan dan situasi
konkrit umat. Dalam terang iman mereka menyingkapkan jawaban konkrit dan
tindakan nyata.
Komunitas
Imamat Rajawi
Komunitas Basis secara aktif ambil bagian dalam misi imamat Kristus.
Dengan demikian mereka adalah umat yang beribadat. Mereka beribadat dan
merayakan iman dalam komunitas. Imamat ini secara nyata diekspresikan dalam
partisipasi liturgis, dalam doa dan ucapan syukur, dalam persembahan kurban
spiritual dan dalam pengorbanan diri yang boleh mencakup kesediaan untuk
kemartiran bila itu perlu. Kegiatan yang mengungkapkan sifat imami dari Kombas
adalah, pelayanan mingguan yang diadakan di kapel, di rumah-rumah, misa
bulanan, perayaan pesta, devosi, dsb. Kombas dapat meneruskan peribadatan
biarpun tidak ada imam.
Komunitas
yang Melayani.
Komunitas Basis sungguh aktif ambil bagian dalam misi rajawi dari Kristus.
Karena misi rajawi ini diungkapkan dalam pelayanan, Kombas adalah komunitas
yang melayani. Mereka berupaya mewujudkan Kerajaan Allah sebagai suatu realitas
dalam dunia ini dengan mempromosikan damai, keadilan, perkembangan integral dan
pembebasan dan keutuhan ciptaan. Dalam hal ini boleh jadi dimungkinkan
kegiatan-kegiatan maupun program yang mengungkapkan sifat melayani dari Kombas
berupa pengembangan ekonomi yang menjawab kebutuhan umat seperti proyek
kehidupan, kelompok, pertanian organik, program kesehatan, dsb. Kampanye
pelestarian lingkungan, pembelaan hak-hak azasi, menyuarakan pemilihan yang
adil.
Sifat propetis, rajawi, imami dari Kombas harus dipandang sebagai kerangka
kerja yang berdimensi tiga yang memberi visi menyeluruh Kombas. Dimensi propetis,
rajawi, imami adalah tiga dimensi essensial dari Kombas. Kombas tidak saja
kelompok sharing Kitab Suci, bukan saja pertemuan liturgi, juga bukan hanya
organisasi sosio ekonomi dan politik. Tugas berlanjut Kombas adalah untuk
mengembangkan dan mengintegrasikan ketiga dimensi ini dan menumbuhkan komunitas
yang imami, propetis dan melayani.
Penutup
Gereja yang hendak menemukan jati dirinya sungguh persekutuan harus
dibangun dalam komunitas-komunitas umat beriman. Kelompok-kelompok kristiani
harus dilihat sebagai salah satu strategi berpastoral yang efektif untuk
menjadikan Gereja sebagai kebersamaan dan menghayati rasa persaudaraan. Tujuan
utama usaha pastoral dalam Gereja sekarang ini adalah membangun
komunitas-komunitas yang membuat setiap pribadi menghayati hidup kristiani.
P.Octavianus Situngkir OFMCap
Komkat KAM
Mantap Pastor...semoga semagat Gereja Perdana semakin tumbuh dalam diri kami para umat.
BalasHapus