Pengantar
Gereja
Katolik sangat akrab dengan kata sakramen dan begitu meyakini betapa mendalamnya
makna sakramen itu. Sakramen itu dipahami sebagai saluran rahmat Allah dan
tanda yang tidak terpisahkan dari hakekat Gereja sebagai Tubuh Kristus. Dalam
hal ini sebaiknya kita memberi perhatian untuk memahami arti sakramen itu.
Dengan mengerti kita akan semakin menghayati dan menghidupi daya hidup ilahi
dalam diri kita.
Prinsip
Sakramen
Pemahaman sakramental merupakan unsur
penting dalam tradisi Katolik. Pemahaman ini sering disebut ‘prinsip
sakramental’, perasaan mendalam bahwa kehadiran yang ilahi yang tak kelihatan
dinyatakan lewat tanda/benda ciptaan yang berfungsi sebagai lambang. Itu bisa
berarti juga bahwa misteri ilahi disampaikan tidak hanya melalui kesadaran
rasional (pemikiran) tetapi melalui lambang yang berkaitan dengan segala segi kehidupan.
Lambang memungkinkan kita untuk melihat
secara batiniah sesuatu yang misteri, kedalaman kebaikan, kasih, belaskasih dan
kehadiran yang kita sebut Allah dapat menjadi tanda sakramental. Lambang-lambang
tidak terutama bersifat intelektual (pemikiran, akal budi), lambang tidak hanya
bicara pada otak, tetapi juga pada perasaan atau afeksi.
Beberapa lambang dapat menjadi hal
religius yang dapat membangkitkan kesadaran untuk merasakan kehadiran yang
ilahi. Kehadiran Allah yang misteri dapat dialami dalam berbagai cara dalam
perjalanan waktu:
-
Peristiwa
alam yang berjalan secara teratur seperti Matahari yang terbit menggambarkan kecerahan
tanda kehadiran Allah yang menyinari, Matahari terbenam sebagai kedamaian dan
keselarasan akan kehadiran Allah.
-
Benda-benda
alamiah seperti Gunung. Gunung yang tinggi dihayati sebagai tempat tinggi,
tempat suci, kramat. Dalam Kitab Suci gunung dilihat sebagai tempat Allah
bersemayam.
-
Lambang
religius itu dapat dihayati dalam ketokohan individu seperti Musa, Yesaya,
Johanes yang menyatakan kehadiran Allah yang bertindak dan memulihkan tatanan
hidup sosial.
-
Lambang-lambang
religius dalam hidup sehari-hari seperti salib, lilin, patung, upacara
sakramental menyangkut budi dan hati kita pada Allah.
Katolik memiliki penghargaan yang tinggi
dan mendalam akan lambang-lambang religius, seperti: menghias Gereja dengan
gambar-gambar kudus, salib, patung, tempat air suci di pintu Gereja, lampu
tabernakel, dupa, perarakan, warna pakaian, dsb.
Hidup devosional Katolik sering mengambil-alih
lambang kebiasaan, pesta dan upacara yang sudah diinkulturasikan. Misalnya
pesta 25 Desember sebagai kelahiran Yesus Kristus yang dulunya merupakan pesta
rakyat pada dewa matahari (Sol invictus: matahari tak tertaklukkan) menjadi
perayaan hari kelahiran Kristus yang adalah terang dan penyelamat dunia.
Ada juga orang atau bangsa memberi
penghormatan kepada orang kudus yang menjadi simbol pelindung. Orang Italia
menghormati orang kudus yang menjadi pelindung daerah mereka dengan perarakan. Orang Spanyol dan Filipina
merayakan pesta pelindung paroki secara besar-besaran menjadi pesta rakyat
juga. Orang Mexico menghormati Perawan Maria Quadalupe sebagai pelindung
negara.
Lambang dalam arti yang lebih religius yaitu
sakramen menjadi tanda dan penghayatan akan kehadiran Allah yang dirasakan
menjadi rahmat.
Pengertian
Sakramen.
Kata Sakramen berasal dari kata Yunani
‘mysterion’ yang dalam bahasa sekular berarti: ‘rahasia’ atau ‘tersembunyi’.
Dalam Gereja Purba kata ini dipakai untuk upacara-upacara, lambang-lambang,
benda-benda liturgis, berkat-berkat dan perayaan ekaristi.
Mysterion diterjemahkan ke dalam kata
Latin ‘sacramentum’ yang dapat berarti: hal-hal yang ada kaitannya dengan yang
kudus atau yang ilahi. Dalam arti luas
sakramen adalah tanda dan sarana keselamatan. Oleh karena itu dalam sakramen
dilambangkan dan diwujudkan karya penyelamatan Allah. Melalui sakramen
orang/umat mengalami kehadiran Kristus dan keselamatan.
Pada abad pertengahan kata sakramen ini
dipakai untuk upacara resmi Gereja. Petrus Lombardus (th.1160) dalam buku ‘De
Sententis’ membedakan ke tujuh sakramen sebagai penyebab rahmat dan tanda-tanda
sakramental lain sebagai tanda-tanda rahmat. Sakramen mau memperlihatkan
bagaimana Allah yang tidak kelihatan yang adalah Roh, dapat kelihatan dan dapat
dirasakan di dunia ruang dan waktu. Teolog-teolog merefleksikan hal ini dalam
pembahasan sakramentologi atau teologi sakramental.
Konstitusi tentang Liturgi Suci
mengatakan bahwa sakramen dimaksudkan untuk menguduskan manusia, membangun
Tubuh Kristus, dan akhirnya mempersembakan ibadat kepada Allah (SC, 59). Berdasarkan pengertian dan maksud sakramen
tersebut, Gereja Katolik memandang perlu adanya sakramen ini berasal dari Yesus
Kristus, yang senantiasa berkarya dalam Gereja melalui Roh Kudus dan sunguh
menyelamatkan umat beriman Katolik.
Katekismus Gereja Katolik merumuskan bahwa Sakramen adalah
tanda berdaya guna yang menghasilkan rahmat dan memberikan kehidupan ilahi
kepada kita, yang ditetapkan Kristus dan dipercayakan kepada Gereja-Nya. Ritus
yang tampak, dengan mana sakramen-sakramen itu dirayakan, menyatakan dan
menghasilkan rahmat, yang dimiliki oleh setiap sakramen. Bagi umat beriman yang
menerimanya dengan sikap batin yang wajar, mereka menghasilkan buah” (Katekismus, 1131).
Kristus
adalah Sakramen Dasar
Perjanjian Baru dan tradisi Kristen
melihat Yesus adalah sakramen utama Allah. Sebagaimana sakramen diartikan
sebagai tanda penghadiran Allah dan tanda rahmat Allah bagi umat beriman, kini
Allah menyatakan diri-Nya secara istimewa dalam diri Yesus Kristus. Allah
menjelma secara penuh dalam diri Yesus Kristus. Sebagaimana dikatakan dalam
Ibrani yaitu “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai
cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraannabi-nabi, maka pada
zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan anak-Nya,
yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerimah segala yang ada” (Ibr
1:1-2).
Dalam diri Yesus Kristus, hidup Allah
dinyatakan dan diwahyukan kepada kita secara penuh dan sempurna. Yesus
menghadirkan keselamatan Allah dan itu nampak dalam pelayanan-Nya: pengusiran
setan, penyembuhan orang-orang sakit, pengampunan pada orang-orang berdosa,
perjamuan dengan para murid-Nya, kebangkitan-Nya dari mati, dsb. Melihat Yesus
berarti melihat Allah yang hidup. Yesus memperkenalkan diri-Nya Putera Allah
dan menyapa Allah itu sebagai Bapa. Dan Dia sendiri berkata yang melihat Dia
melihat Allah sebab Dia dengan Allah adalah satu. Yesuslah sakramen
penyelamatan Allah yang mendasari ketujuh sakramen Gereja.
Gereja
adalah Sakramen Kristus
Gereja pun dilihat sebagai sakramen
Kristus karena kesatuannya dengan Kristus. Kristus hadir dalam Gereja, dan
Kristus melaksanakan karya penyelamatan-Nya melalui Gereja. Dengan demikian
Gereja menjadi sarana penyelamatan. Tetapi Gereja bukan hanya sarana
penyelamatan karena dalam Gereja itu berkumpul umat beriman yang menanggapi dan
menghidupi karya penyelamatan Yesus. Di dunia ini Gereja menjadi saksi karya
penyelamatan Allah. Yesus memberi tugas-Nya kepada Gereja. Gereja menghadirkan
diri sebagai tanda yang mengerjakan karya penyelamatan Yesus Kristus. Dengan
kata lain Gereja sebagai sakramen Yesus Kristus berarti bahwa Gereja adalah
symbol real yang menghadirkan Yesus Kristus sendiri beserta seluruh karya
penebusan-Nya bagi dunia.
Gereja pun dalam tugasnya untuk
menampakkan karya keselamatan itu diungkapkan lewat tanda-tanda yang dapat
menyapa umat beriman itu dengan
tanda-tanda yang kelihatan tetapi memuat rahmat ilahi yang membuat hidup umat
beriman itu semakin layak dan kudus di hadapan Allah. Dalam usaha Gereja
mengupayakan rahmat Allah menjadi pengalaman konkrit dinampakkan dengan ke
tujuh sakramen yaitu Baptisan, Ekaristi, Krisma, Rekonsiliasi, Pengurapan Orang
Sakit, Perkawianan, Imamat. Tujuh sakramen merupakan pengungkapan dan
pelaksanaan diri Gereja sebagai sakramen Yesus Kristus bagi kehidupan orang per
orang secara konkrit dan seturut situasi tertentu hidup manusia.
Tujuh
Sakramen
Yesus menyampaikan tugas-Nya kepada
Gereja. Gereja itu pun terus merefleksikan tugasnya dan menentukan tujuh
sakramen atas refleksinya yang merupakan tanda rahmat Allah sesuai dengan apa
yang dilakukan dan dipesankan oleh Yesus sendiri.
Yesus memesankan, memerintahkan dan
melakukan:
-
Baptis:
Semua orang harus dipermandikan (Mt 28:19-20)
-
Ekaristi:
Mengadakan perjamuan terakhir (Mt 26:26 -28; Mrk 14:22-24; Lk 22:19-20)
-
Rekonsiliasi:
Mengampuni dosa (Mt: 6:19; 18:18; Yoh 20:22-23)
-
Perkawinan:
Yang dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia (Mrk 10:5-9)
-
Imamat:
Penunjukan rasul dan pengutusan murid (Mrk 3:13-15; Lk 10:1-12)
-
Perminyakan
Orang Sakit: Mendoakan orang sakit (Mt
4:23-24; Mrk 1:31; 6:12-13)
-
Krisma:
Mengutus Roh Kudus agar menjadi saksi dunia (Kis 2:1-4)
Alasan lain untuk memahami ke tujuh
sakramen ini adalah adanya hubungan kerohanian dan jasmani atau siklus hidup
manusia. Secara jasmani ada tujuh tahap penting kehidupan yaitu lahir,
tumbuh menjadi dewasa dengan adanya santapan makan-minum. Jika
seseorang sakit butuh
berobat, merasa bersalah mohon minta
maaf atau diampuni dan di dalam hidup kita dapat memilih untuk tidak menikah
atau menikah. Sekarang mari kita lihat bagaimana sakramen menguduskan
tahap-tahap tersebut di dalam kerohanian kita:
- Lahir ~ Permandian
- Makan minum ~ Ekaristi
- Dewasa ~ Krisma
- Sakit ~ Minyak suci
- Berdosa ~ Pengakuan dosa
- Kawin ~ Perkawinan
- Selibat ~ Imamat
Lebih lanjut
dapat dikatakan bahwa kelahiran kita secara rohani ditandai dengan sakramen Pembaptisan,
di mana kita dilahirkan kembali di dalam air dan Roh (Yoh 3:5), yaitu di dalam
Kristus sendiri. Kita diteguhkan oleh Roh Kudus dan menjadi dewasa dalam iman
melalui sakramen Penguatan (Kis 1:5). Kita bertumbuh karena mengambil
bagian dalam sakramen Ekaristi yang menjadi santapan rohani (Yoh 6:
51-56). Jika rohani kita sakit, atau kita berdosa, kita dapat disembuhkan
melalui pengakuan dosa dalam sakramen Tobat/ Pengakuan dosa, di mana melalui
perantaraan imam-Nya Tuhan Yesus mengampuni kita (Yoh 20: 22-23). Lalu jika
kita terpanggil untuk hidup selibat untuk Kerajaan Allah, Allah memberikan
kuasa untuk melakukan tugas-tugas suci melalui penerimaan sakramen Tahbisan
Suci/ Imamat (Mat 19:12). Sedangkan jika kita terpanggil untuk hidup
berkeluarga, kita menerima sakramen Perkawinan (Mat 19:5-6). Akhirnya,
pada saat kita sakit jasmani ataupun saat menjelang ajal, kita dapat menerima
sakramen Pengurapan orang sakit, yang dapat membawa rahmat kesembuhan
ataupun persiapan batin bagi kita untuk kembali ke pangkuan Allah Pencipta (Yak
5:14).
Pengajaran
dan penetapan tentang adanya tujuh sakramen ini kita terima dari Tradisi Suci,
yang kita percayai berasal dari Kristus. Ketujuh sakramen ini ditetapkan secara
definitif melalui Konsili Trente (1564). Dengan ini kita menolak pandangan
Gereja Protestan yang mengakui hanya ada dua sakramen yaitu Sakramen Baptis dan
Ekaristi. Sebagai umat Katolik, kita mematuhi apa yang ditetapkan oleh
Magisterium Gereja Katolik, sebab mereka-lah penerus para rasul, yang
meneruskan doktrin para rasul dengan kemurniannya.
Unsur-unsur
Sakramen
Untuk melaksanakan pemberian rahmat
pengudusan secara kelihatan, Yesus menggunakan hal-hal yang ada dalam hidup
manusia. Perkataan, perbuatan serta benda-benda duniawi diangkat oleh Yesus
menjadi tanda dan sarana yang menyatakan serta mengantarkan rahmat penyelamatan
yang dikehendaki Allah bagi manusia. Unsur-unsur sakramen dapat dirinci sebagai
berikut:
Materia
Yang termasuk ke dalam material adalah:
-
Benda-benda
yang dipergunakan dalam ritus atau upacara sakramen seperti: air, minyak, roti,
anggur, dsb
-
Tindakan
atau perbuatan pelayan (imam) yang menyertai penggunaan material seperti:
pencurahan air, pengolesan minyak, penumpangan tangan, dsb
Forma
Forma adalah kata-kata yang menjelaskan
tindakan seperti: “terimahlah tanda karunia Roh Kudus, Aku membaptis engkau,
terimahlah dan makanlah ….”
Penerimaan
sakramen tidak hanya berlangsung dengan pemberian suatu unsur materia yang
dilakukan dengan unsur tindakan simbolis dari pelayan, tetapi juga
disertai dengan “kata-kata konsekratoris” yang biasa disebut dengan forma.
Pembagian
Sakramen
Sakramen menyampaikan rahmat dengan
melambangkan, menggabungkan kisah dan tindakan. Sakramen menyampaikan makna yang
terdalam dari nilai ilahi sehingga menjadi tanda rahmat Allah. Ke tujuh
sakramen ini dibagi dalam tiga bagian:
Inisiasi:
Sakramen inisiasi ini terdiri dari:
Baptis, Penguatan, dan Ekaristi; melambangkan dan merayakan masuknya orang
secara bertahap ke dalam Kristus dan Gereja.
Panggilan:
Sakramen Perkawinan dan Imamat sering disebut sakramen
panggilan. Kedua sakrament ini dalam suatu cara khusus adalah tanda cinta Allah
kepada seluruh komunitas Kristen dan kepada dunia. Sebagaimana semua sakramen
adalah tanda, yang membawa efek pada realitas demikian pun kedua sakramen ini
membawa rahmat dari Allah bagi orang yang menanggapinya dengan iman.
Sakramen Penyembuhan
Yang termasuk pada sakramen penyembuhan ini adalah
Penampunan Dosa dan Perminyakan Orang Sakit. Sakramen ini menunjukkan bahwa
komunitas kristen itu terdiri dari manusia yang tidak sempurna, tetapi yang
butuh pengampunan dan penyembuhan. Gereja adalah komunitas yang sering berdosa
dan terluka. Dengan mengenal keterbatasan ini umat kristen menyadari
kebutuhannya akan pengampunan Allah. Sakramen penyembuhan ini dimaksudkan untuk
menolong umat kristen dalam proses
penyembuhan.
Penutup
Kita
mengakui bahwa betapa dalamnya arti ‘sakramen’ yang merupakan saluran rahmat
Allah, dan tanda yang tak terpisahkan dari hakekat Gereja sebagai Tubuh Kristus.
Untuk menangkap dan memahami makna sakramen itu selayaknya kita mempersiapkan
diri sungguh-sungguh untuk menerima sakramen-sakramen yang membawa kita kepada
keselamatan. Dengan menerimah sakramen kita ambil bagian dalam kehidupan ilahi
yang dicurahkan kepada kita dengan perantaraan Kristus.
P.Octavianus
Situngkir, OFM Cap
Komkat KAM
Mantap bah..., sekali belajar buat blog langsung mantap.
BalasHapusTerimakasih juga buat tulisannya, sangat memperkay.a
Terimakasih atas tulisan sangat membuka wawasan dlm pengertian akan ke 7 sakramen.
BalasHapus