Tahun
Iman
Pengurus Gereja
Sebagai Pelaku Katekese
Pengantar
Pertemuan
Pengurus Gereja Paroki kali ini menjadi moment yang tepat menyikapi Tahun Iman
yang sedang berjalan sekarang ini. Saat ini
kita sedang berada di Tahun Iman.
Paus Benediktus XVI (Uskup Emeritus Roma) membuka Tahun Iman dengan Surat
Apostoliknya yang berjudul “Porta Fidei” mulai Oktober 2011. Surat ini menjadi
himbawan dan penegasan bahwa salah satu tugas Gereja itu adalah mengajarkan –
mewartakan agar iman itu semakin dipahami dan dihayati. Pembinaan umat
khususnya pendampingan pemuka jemaat di KAM ini harus ditempatkan dalam bingkai
ini agar pengajaran iman itu semakin diseriusi. Katekese dan pertemuan umat di
setiap komunitas atau persekutuan-persekutuan berjalan dengan baik lewat pendampingan
para petugas pastoral. Para Pengurus Gereja mulai dari jajaran Stasi sampai
ke Paroki sangat diharapkan lebih proaktif untuk
membuat pengajaran dan pendampingan kelompok di tempat masing-masing. Dalam pertemuan
Pengurus Gereja kali ini kita hendak
melihat dan juga menagaskan lebih jauh bahwa pengajaran iman itu sangat
menentukan kwalitas iman umat kita.
Ensklik
“Porta Fidei” 2012
Dalam rangka ulang tahun kelima puluh tahun Konsilli
Vatikan II dan ulang tahun kedua puluh tahun Katekismus Gereja Katolik,
Paus Benediktus XVI telah menetapkan
tahun 2012-2013 menjadi ‘Tahun Iman’. Tahun Iman dimulai 11
Oktober 2012 sampai hari Raya Kristus Raja 2013. Bapa Suci dengan tegas
mengajak para uskup untuk mendalami
Tahun Iman itu sebagai dasar untuk mengenal dan menghidupi iman kepada Allah.
Dasar pertimbangan Paus dalam mencanangkan Tahun Iman ini adalah agar menjadi peristiwa yang penuh rahmat agar semua
pihak memberi perhatian akan hidup imannya. Perlunya menemukan kembali
perjalanan iman kita itu, agar supaya ia dapat memberikan pencerahan yang lebih
jelas atas kegembiraan dan semangat yang senantiasa diperbarui dari perjumpaan
kita dengan Kristus.
Paus
menghimbau, “Gereja secara keseluruhan
(umat – hirarki – religius) harus bergerak untuk membimbing umat keluar dari
padang gurun, menuju ke tempat kehidupan, ke dalam persahabatan dengan Putra
Allah, kepada Dia, Sang Pemberi kehidupan, bahkan kehidupan yang berkelimpahan”. Dengan kata lain bertindak seperti Kristus
yaitu bergerak memimpin Umat Allah agar mereka diberdayakan untuk keluar dari
kekeringan hidup rohani menuju kehidupan yaitu persahabatan dengan Allah dalam
Dia yang rela memberikan diri dan kehidupan-Nya secara berkelimpahan demi
keselamatan dunia.
Lebih lanjut dengan Tahun Iman ini mau
ditekankan untuk memperkenalkan katekismus secara lebih luas. Memperkenalkan
bukan sekedar untuk melihat bentuk dan tebalnya buku katekismus yang menjadi
sumber utama rumusan iman itu tetapi menjadi pemahaman dan mendalami lebih jauh agar menjadi pemahaman dan penghayatan.
Memahami
secara sistematik isi dan inti iman Katolik yang terdapat dalam Katekismus
Gereja Katolik.
Katekismus
Gereja Katolik adalah rangkuman permenungan mengenai pokok-pokok iman
terpenting terutama dari Konsili Vatikan II. Katekismus merupakan sebuah bagian
integral dengan pembaharuan berkelanjutan dengan merangkul yang tua dan
tradisional, sambil mengungkapkan sebuah cara-cara baru dalam rangka untuk
menanggapi pertanyaan-pertanyaan zaman kita ini.
Tahun Iman:
Tahun Katekese dan Katekis
Sebelum
naik ke surga, Yesus bersabda kepada para rasul: “Kepada-Ku telah diberikan
segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa
Murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang
telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuila, Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir zaman” (Mt 28: 18-20). Gereja mempunyai tugas utama untuk mewartakan atas
mandat Kristus. Perintah Kristus ini menjadi
dasar perutusan Gereja dalam karya katekese atau pewartaan. Dalam kata-kata ini
bukan saja hanya menjadikan orang lain mendapat atribut sebagai orang kristen tetapi sungguh dituntun menghidupi identitasnya sebagai pengikut Kristus.
Gereja “mewartakan Injil” sebagai tugas
perutusan mencakup “memaklumkan, memberi kesaksian, mengajar sakramen-sakramen,
serta kasih akan sesama”, sebagai sarana mewartakan Injil. Tugas evangelisasi
ini dilakukan oleh Gereja tahap demi tahap. Dekrit Konsili Ad Gentes
menjelaskan proses evangelisasi mencakup: “kesaksian Kristiani, dialog, dan
kehadiran dalam kasih” (AG 11-12); katekumenat dan inisiasi Kristen (AG 14);
pendidikan komunitas-komunitas Kristiani melalui dan dengan perantaraan
sakramen-sakramen dan para pelayannya (AG 15-18). Dengan ini evangelisasi
dibangun atau dipahami berdasarkan tahap ekklesial, sehingga dibedakan antara
kegiatan misioner kepada orang yang belum mengenal Injil; kegiatan katekese
bagi mereka yang mempersiapkan diri menerima baptisan; serta pastoral untuk
mereka yang sudah ada dalam pangkuan Gereja (Pedoman Umum Katekese (PUK) 49).
Semua hal di atas ini sangat terkait
dengan bidang katekese. Katekese adalah bagian integral dari evangelisasi, maka
berhubungan erat dengan unsur-unsur evangelisasi lainnya. Katekese memajukan
dan mematangkan pertobatan awal, mendidik orang yang bertobat dalam iman dan
menggabungkannya dalam komunitas Kristiani (PUK 61). Katekese ambil bagian
dalam proses evangelisasi melalui katekese awal, katekese inisiasi Kristen (PUK
63-68), katekese pembinaan iman lanjut (PUK 69-72) maupun katekese melalui
pelajaran agama di sekolah (PUK 73-76).
Katekese mendapat tekanan dalam tahun
iman ini. Baiklah kita menyimak arti dan muatan katekese ini dan kaitannya
dengan petugas katekese itu. Dua hal ini tidak dapat dipisahkan sekaligus
mengajak kita untuk memboboti penugasan dan panggilan kita sebagai petugas
pastoral (pengurus Gereja dan seksi katekese paroki). Dengan kata lain untuk memahami Tahun Iman ini kita hendak membangun
kerangka refleksi kita dari pengertian katekese dan katekis sehingga gerakan
Tahun Iman ini bukan sebatas waktu setahun tetapi menjadi gerakan berkelanjutan.
Katekese
Kata ‘Katekese’ berasal dari bahasa Yunani yaitu
‘katechein’. Bentukan dari kata ‘Kat’
yang berarti pergi atau meluas dan kata ‘Echo’ yang berarti menggemakan atau menyuarakan. Jadi ‘katechein’ dapat berarti menggemakan,
menyuarakan, menggaungkan sesuatu ke telinga orang, mengajarkan
perkataan-perkataan dengan mulut. Jadi katekese dapat diartikan sebagai
kegiatan pengajaran atau penyampaian pesan-pesan, instruksi atau perkataan
melalui mulut sehingga bergema terus di dalam hati dan pikiran para pendengar.
Bahan pengajaran katekese semuanya berkaitan dengan iman Kristen. Gaung atau
gema pengajaran itu menuntun orang hingga sampai pada suatu keyakinan dan
kesadaran akan nilai iman Kristen hingga akhirnya menimbulkan tanggapan dalam
dirinya.
Dalam anjuran apostolik Catechesi Tradende, Paus
Yohanes Paulus II menegaskan bahwa katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum
muda, dan orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran
Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis dengan
maksud mengantar para pendengar memasuki kehidupan Kristen (CT,18).
Dengan
demikian, katekese dapat diartikan sebagai usaha Gereja untuk membantu umat
agar semakin berkembang dalam iman serta dapat mewujudkan iman itu dalam hidup
sehari-hari. Pembinaan iman ini diberikan kepada semua lapisan umat (baik untuk
anak-anak, kaum muda, maupun orang dewasa). Usaha pembinaan iman dengan
menyampaikan ajaran kristiani bagi umat ini merupakan tanggung jawab Gereja
yang penting. Atas dasar ini maka Gereja selalu
menyuarakan pengajaran iman yang semakin membatin. Para bapa Uskup sungguh
menyadari hal ini sebagai bagian tugas Gereja. Gereja tentu harus melihat
bidang katekese sebagai salah satu tugas utamanya.
Himbawan
Surat Apostolik Catechesi Tradende lebih tegas lagi menguraikan tugas katekese
itu yaitu membawa orang ke dalam kesatuan dengan pribadi Yesus Kristus (CT 5).
Dengan demikian melalui katekese orang diharapkan dapat mengembangkan
pengertian tentang misteri Kristus dalam terang Sabda Allah, sehingga seluruh
pribadinya diresapi oleh Sabda itu. Berkat karya rahmat Allah, orang kristiani
diubah menjadi ciptaan baru dan mereka memutuskan untuk mengikuti Kristus,
belajar berpikir dan bertindak seperti Dia, serta menilai segala sesuatu
berdasarkan perintah-perintah-Nya. Menjadi pengikut Kristus berarti menyatakan
“ya” kepada Kristus, setia mengikuti-Nya, dan mengandalkan-Nya dalam hidup
sehari-hari (CT 20).
Katekese
sungguh merupakan tindakan gerejawi. Dengan demikian tugas katekese adalah
mendukung pertumbuhan Gereja dengan mengembangkan 1) pengetahuan iman, 2)
pendidikan liturgis, 3) pembinaan moral, dan 4) mengajar berdoa (PUK 85).
Selain itu katekese juga 5) membawa orang masuk ke dalam hidup jemaat serta 6) perutusannya termasuk menjalin
relasi dengan umat kristen lainnya (dimensi ekumenis). Tugas berkatekese (mengajar)
mencakup dua hal yaitu hal kegerejaan dan juga kemasyarakatan.
Dalam
konteks Tahun Iman ini, kita harus memberi arah ke depan ini agar tugas
katekese ini semakin nyata dalam karya pastoral kita. Ketegasan pembinaan umat
semakin diperhatikan dan peluang untuk memberi katekese itu semakin
dimanfaatkan sesemaksimal mungkin (baik segi pengajaran demi kedalaman
pengetahuan dan bina rohani untuk kematangan spiritual).
Katekis
– Pengurus Gereja
Untuk
menggapai tujuan agung di atas tentu mengandaikan kehadiran pelaku katekese yang sungguh memberi hati dan
waktu. Pengajaran atau pewartaan tidak akan
berjalan bila tidak ada orang yang bersedia memberi diri untuk diutus. Memang
secara prinsipiil tugas mengajar dan mewartakan itu adalah tugas seluruh umat. Subyek katekese adalah “Gereja”
yaitu seluruh umat beriman diutus menjadi guru iman. Tetapi dari tengah-tengah
umat ada yang diberi dan dipercayai sebagai petugas resmi yang
disebut katekis.
Katekis secara singkat dapat
dikatakan pelaksana tugas Gereja mengajar. ‘Katekis’
yang menunjuk pada orangnya dengan memuat ‘katekese’ harus disikapi menjadi
suatu panggilan terhormat di tengah umat. Katekis adalah orang yang menjalankan tugas sebagai pembina
iman dan guru, pengajar yang menanamkan iman kepada Allah dalam Yesus Kristus secara sistimatis kepada banyak
orang.
Menjadi seorang katekis merupakan rahmat sekaligus tugas
panggilan untuk menanamkan nilai yang diajarkan Yesus kepada para murid-Nya.
Sebagai karunia atau rahmat, tugas mengajar merupakan pemberian cuma-cuma dari
Tuhan. Tidak semua orang memiliki kecakapan untuk mengajar, apalagi mengajar
perihal iman. Hanya orang-orang yang dikaruniai dan terpilih dapat melakukan
hal ini. Sebagai tugas dan panggilan kita harus bersyukur bahwa kita
diperkenankan sebagai petugas pastoral.
Tugas ini dipercayakan Kristus kepada Gereja-Nya dan
diemban oleh Gereja dari masa ke masa, “Karena itu pergilah jadikanlah semua
bangsa murid-Ku……” (Mt 28:19). Tugas pembinaan iman dan pengajaran itu harus
dilihat menjadi peristiwa iman yang semakin hidup. KHK, Kan 776 menegaskan
bahwa menjalankan tugas pengajaran iman para awam yang cakap atau katekis harus
dilibatkan. Kepada para awam diberi kuasa untuk mengajar agama yang bersumber
dari pada sakramen permandian yang mendorong setiap orang Kristen menjadi saksi
Kristus.
Memang
setiap orang beriman bertanggungjawab atas tugas Gereja Mengajar. Namun secara
konkrit patut diakui bahwa dalam tangan para katekis proses katekese dapat
terlaksana lebih baik dan efektif. Karena itulah diperlukan katekis-katekis
yang terampil dan handal yang tidak hanya memahami isi iman itu tetapi juga
mampu mengembangkan pola-pola berkatekese sehingga pesan pengajaran sungguh
sampai pada umat dan menggerkan umat untuk hdup seturut nilai-nilai Injil.
Pembinaan berlanjut baik untuk menambah keterampilan dan terutama pemantapan
hidup spiritual harus semakin diupayakan.
Pengurus
Gereja Sebagai Katekis di Tengah Umat
KAM sungguh menyadari peran katekis sejak awal masuknya Gereja Katolik di wilayah kita ini. Dari
semula KAM telah melibatkan awam atau para pengurus Gereja untuk melaksanakan
katekese. Ini merupakan kekhasan KAM yang menjadikan para pengurus Gereja stasi
menjadi pelaku katekese. Paradigma awam
sebagai basis perkembangan Gereja dan keterlibatan awam dalam pelayanan sudah
merupakan hal yang biasa di Gereja kita.
Ibadat Sabda yang dipimpin para Pemuka Jemaat tidak
dianggap sesuatu yang ganjil, Pemuka Jemaat memimpin doa dalam peristiwa suka dan duka di tengah
jemaat dianggap sebagai pelayanan penuh Gereja, pengajaran katekese untuk mempersiapkan umat dalam
menerima pelayanan tertentu juga diserahkan pada Pemuka Jemaat.
Semangat dan daya juang untuk mempertahankan kelangsungan stasi-stasi sangat ditentukan oleh peran serta para Pemuka Jemaat itu. Semua ini boleh dikatakan telah berjalan dan mentradisi yang membuat Gereja Katolik pun
dapat mempertahankan keberadaannya di setiap stasi.
Terhadap
situasi ini KAM selayaknya selalu bersyukur atas kesediaan para pengurus Gereja
kita untuk melakoni peran katekis itu selama ini. Pada masa-masa yang lewat KAM
melalui paroki-paroki hampir tidak memiliki atau kurang mengenal katekis
profesional dalam artian tamatan lembaga pendidikan formal. Baru beberapa tahun
terahkhir ini memang mulai hadir dan berperan di paroki-paroki para tenaga pastoral
tamatan STFT atau STP. Selama ini semua tugas pembinaan disandang oleh para Pemuka
Jemaat stasi-lingkungan. Untuk
memampukan para pemuka jemaat dalam tugas mulia ini berbagai pendampingan,
kursus-kursus dan ‘sekolah’ pembinaan berlanjut seperti ‘Sekolah Kader
Pastoral atau Tenaga Pastoral Awam’ atau
Sekolah Porhanger diupayakan. Kebijakan
ini diambil dengan kesadaran bahwa pembinaan iman umat itu sangat penting.
Dengan
Tahun Iman ini kita harus semakin berani menegaskan bahwa tugas mengajar itu adalah tugas penting Gereja yang
langsung diberikan oleh Yesus Kristus sendiri. Kita sebagai
petugas pastoral, pengurus Gereja apalagi sebagai pengurus jajaran Paroki dan
seksi katekese paroki dalam artian pemikir untuk pengembangan para katekis
relawan di stasi-stasi perlu memikirkan pembekalan dan pendampingan katekis
lapangan kita. Kita perlu memikirkan bersama bahwa para pengurus stasi kita
semakin dapat menempatkan posisinya sebagai pelaku katekese serentak menjadi
bapa rohani umat di tempat perutusan mereka masing-masing.
Kitab
Hukum Kanonik dengan tegas merumuskan pendampingan para katekis agar dapat
melakukan tugasnya dengan baik: “Hendaknya para Ordinaris wilayah berusaha agar
para katekis disiapkan dengan sungguh-sungguh untuk dapat melaksanakan tugas
mereka dengan baik, yakni supaya dengan diberikan pendidikan yang terus menerus
mereka memahami dengan baik ajaran Gereja dan mempelajari secara teoretis dan
praktis norma-norma yang khas untuk ilmu-ilmu pendidikan” (Kan 780) . Dalam
konteks kita dapat dikatakan bahwa perlu memikirkan pembinaan yang teratur dan
terencana kepada para pengurus Gereja kita sebagai pelaku katekese. Selain
usaha pribadi untuk belajar terus menerus dalam rangka peningkatan pengetahuan,
paroki sebagai institusi harus lebih proaktif memikirkan pendampingan umat
lewat para pengurus Gereja.
Kwalitas Hidup Rohani Petugas
Pastoral
Sebagai katekis atau petugas
pastoral (pengurus Gereja) memang dituntut suatu sikap
hidup yang membuat pewartaannya semakin meyakinkan dan memikat yang lain. Tugas
panggilan katekis (para pengurus) ini merupakan perutusan atas
nama Gereja dan Yesus Kristus. Iman yang diajarkan harus didasari suatu sikap
hidup yang jelas dan nampak bagi umat dan juga dalam batin petugas pastoral itu
sendiri. Ada bebarapa hal yang perlu disikapi sebagai petugas pastoral agar
iman sendiri semakin bertumbuh dan berbuah dalam hidupnya:
1.
Hidup
Meditatif (Hidup Doa)
Sebagai petugas pastoral, pelaksana katekese, atau pengurus harus kental hidup doa dalam dirinya. Dia tidak hanya
menyampaikan apa yang diketahui tetapi apa yang diyakini dan dihayatinya. Pengurus
Gereja atau pelaku katekese dipanggil
merenungkan misteri yang tersembunyi dalam Allah dan yang diwahyukan dalam
Yesus Kristus. Ini dapat berarti bahwa kita dipanggil untuk hidup meditatif
atau kontemplatif. Hal ini tampak secara jelas dalam diri para petugas pastoral
atau yang sangat bergelut dalam pelayanan umat. Sebagai pelayaan umat mutlak
lahir dari kontemplasi akan karya Allah yang
menyelamatkan dunia dalam sabda dan dalam kehadiran-Nya yang misterius dan
penerimaan dalam batin kehendak Allah yang mau berbicara dengan manusia
Untuk
mewartakan Sabda Allah, para pengurus dan pelaksana
katekese tidak boleh melalaikan kontemplasi
dalam keheningan dan kesediaan mendengarkan Allah. Karena bila kontemplasi
diabaikan, kata-kata yang muncul dalam pewartaan bisa bersifat manusiawi saja,
tidak berdimensi ilahi dan tidak keluar dari iman yang hidup. Aktivitas tanpa
didasari atas kehangatan batin dengan Tuhan tidak akan membawa Tuhan kepada
umat, dan tidak membawa umat kepada Tuhan. Karena petugas pastoral (pengurus
Gereja) menghantar orang untuk mengenal Allah
maka, hidup doa harus menjadi salah satu unsur penting dalam hidupnya.
Ada
penulis rohani mengatakan: “Domba melahirkan domba, binatang melahir binatang,
tumbuhan menumbuhkan tumbuhan, Allah melahirkan Allah, manusia melahirkan apa?
Manusia Allah harus melahirkan manusia Allah juga. Dengan hidup doa kita
menjadikan kita manusia Allah dan akan melahirkan manusia Allah juga.
2.
Memiliki
Cita Rasa Biblis
Sabda
Tuhan adalah sumber utama ajaran iman. Kita dipanggil untuk menggaungkan Sabda
Tuhan dalam situasi kini dan di sini (hic et nunc). Sabda Tuhan terselubung
dalam Kitab Suci. Sabda Tuhan yang terdapat dalam Kitab Suci khususnya
Perjanjian Baru harus menjadi bahan meditasi dan bacaan rohani para petugas
pastoral atau pengurus Gereja.
Dari satu pihak para pengurus khususnya kita sebagai pengurus,
bapa-ibu rohani, pelaku katekese diharapkan tetap
akrab dengan Kitab Suci dan juga terbuka pada eksegese yang selalu baru
terutama dengan hal yang bersifat renungan. Pendalaman Kitab Suci baik sebagai
pribadi dan bersama menjadi moment keterbukaan hati, keterbukaan diri pada Tuhan.
3.
Memiliki
Cita Rasa Liturgis
Liturgi
sumber dan puncak perayaan iman. Dalam liturgi kita juga merenungkan Sabda
Allah. Dalam Liturgi juga kita merayakan peristiwa hidup umat. Pemakluman Sabda
Allah dalam liturgi mutlak serentak juga merupakan doa dan
tindakan. Oleh sebab itu, para pengurus Gereja perlu memahami makna liturgis yang
menjadi jalan untuk memupuk kehidupan doa dan kesalehan liturgis. Para pengurus
Gereja harus menata tata perayaan yang baik, selalu terlibat dalam
perayaan-perayaan iman, pertemuan liturgi, kegiatan devosional yang menghantar
dia menangkap kekayaan dan nilai rohani itu. Ada banyak
bentuk perayan iman di dalam Gereja yang merupakan sumber dan kekuatan
penuh rahmat
bagi hidup beriman kita. Seraya memadukan sabda Kristus dan ritus, kita mengusahakan
kesatuan antara Ekaristi dan cinta kasih, antara perayaan
liturgis dan praktek hidup sehari-hari.
4.
Memiliki
Cita Rasa Teologis
Selaku
pewarta dan pengajar iman, kita harus harus memiliki pemahaman ajaran yang
benar dan selalu segar. Ajaran kita harus selalu mengacu pada norma iman yang
diterimah oleh semua umat. Dalam hal ini kita harus terbuka pada pengajaran dan
kesediaan untuk selalu mengikuti pembinaan agar pengetahuan kita semakin
diperkaya serta semakin menemukan bahasa yang tepat dan aplikatif. Kekatolikan
kita sangat kaya akan simbol dan memiliki tradisi kerohanian yang sarat makna
dan pesan. Semua ini membuat kita tidak boleh berhenti dan cepat puas atas apa
yang sudah kita ketahui sekarang ini. Perkembangan jaman ini membuat kita harus
selalu mengisi hidup spiritual kita tetapi juga meluaskan wawasan pengetahuan
keagamaan. Tahun iman mengajak kita untuk lebih paham akan muatan iman kita dan
bagaimana kita menghidupinya dalam kemajemukan kini. Kesalehan atau hidup
rohani kita sangat ditentukan oleh pemahaman akan ajaran iman itu.
5.
Memiliki
Cita Rasa Ekklesial
Sebagai
petugas pastoral atau pengurus Gereja
kita diutus ke tengah-tengah umat. Para murid diutus untuk membangun dan
mengemangkan komunitas (persekutuan).
Konsili Vatikan II dalam dokumen Lumen Gentium (LG) dan Gaudium et Spes (GS)
menandaskan bahwa Gereja adalah
persekutuan umat Allah dalam Kristus, yang dipersatukan oleh Roh Kudus;
dipanggil menjadi sakramen di dunia ini, yakni menjadi tanda dan sarana
persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia dalam Kristus.
Itu berarti para pengurus Gereja dan sebagai pelaksana katekese seharusnya harus hidup dalam kebersamaan
yang padu dengan komunitas umat berimannya. Lebih jauh dapat juga dikatakan
bahwa hidup petugas pastoral itu harus berakar dalam kesalehan umat Kristen
yang hidup dan aktual, seraya mengambil bagian dalam setiap perjuangan,
pencarian, kegelisahan dan kegembiraan dan dalam penderitaan Gereja. Melalui
peristiwa-peristiwa yang dialami oleh umat Kristen, yang sepatutnya menjadi
bahan refleksinya, petugas pastoral semakin mengenal realisasi rahasia
penebusan Kristus. Atas cara ini, petugas pastoral atau para pengurus Gereja
menjadi sanggup berbicara dalam dunia seperti Kristus.
Keterbukaan
terhadap spiritualitas lingkungan tempat ia hidup dan mengabdi sangatlah perlu.
Bersama warga selingkungan, para pengurus Gereja dan pelaksana katekese berusaha mengecap kekayaan doa, dan
pada waktu yang sama darinya dituntut spiritualitas untuk setia kepada hirarki
Gereja yang menugaskannya. Seorang pengurus Gereja dan sekaligus
sebagai pelaksana katekese bukan saja seorang
beriman, melainkan juga penanggungjawab kehidupan beriman umat dalam wialayah
yang dipercayakan oleh pastor paroki (uskup) kepadanya.
Penutup
Tahun Iman ini bukan gerakan sesaat tetapi gerakan terus
menerus karena penugasan untuk mewartakan dan mengajar berjalan sepanjang masa.
Tahun Iman ini harus masuk agenda hidup
kita di tempat kita masing-masing. Gereja lokal ini akan kuat jika iman umat
beriman kuat dan semakin memahami ajaran imannya. Iman akan kuat jika katekese,
pengajaran, pembinaan iman umat secara berkesinambungan dan berjenjang
dijalankan terus menerus.
P.Octavianus
Situngkir, OFMCap
Komkat KAM
Keterangan Logo :
*. Sebuah kapal /perahu yang sedang berlayar di tengah arus dunia
*. Tiangnya adalah Salib Kristus
*. Layarnya adalah monogram IHS, yang memiliki beberapa makna:
IHS = IESUS, HOMINUM SALVATOR : Yesus Penyelamat manusia
IHS = IESUM HABEMUS SOCIUM: Kita punya Yesus yang menemani
IHS = IESUS, HOMO, SALVATOR : Yesus, manusia, penyelamat
*. Tiangnya adalah Salib Kristus
*. Layarnya adalah monogram IHS, yang memiliki beberapa makna:
IHS = IESUS, HOMINUM SALVATOR : Yesus Penyelamat manusia
IHS = IESUM HABEMUS SOCIUM: Kita punya Yesus yang menemani
IHS = IESUS, HOMO, SALVATOR : Yesus, manusia, penyelamat
IHS = IESUS HRISTO SOTER (yun): Yesus Kristus Sang Juru Selamat
*. Monograme ini juga dimaknai sebagai
IHSV = IN HOC SIGNO VINCES : dalam/dengan tanda ini anda menang.
* Hembusan
angin pada layar monogram IHS membentuk lingkaran pada Salib, yang
memberi simbol : matahari, dunia, dan juga hosti Ekaristi.
* Semuanya ini memberi makna tentang Trinitas bahwa Bapa – Putera – Roh
Kudus hadir dalam dan bersama GerejaNya. Dia berlayar bersama Gereja di tengah
arus jaman dunia, dengan terus dan tetap menghembusi RohNya yang menghidupkan,
dan menguatkannya dengan Ekaristi, roti kehidupan. Namun dalam berlayar bersama
itu, Gereja (umat Allah) mendapat panggilan dan tugas untuk mewartakan Injil.
Inilah tugas dan kewajiban setiap pengikut Kristus untuk Evangelisasi dengan
cara baru, sesuai dengan arus jaman. “Mari ikutilah Aku, kamu akan Kujadikan
penjala manusia.” (Mat 4, 19) Jangan takut, sebab kita mempunyai tanda
kemenangan, yakni tanda Salib. Dalam dan dengan tanda salib Kristus Yesus, Sang
Juru Selamat, anda (kita) pasti menang.
Selamat memahami dan menghidupi Iman!
Terimakasih banyak atas masukannya pastor, semoga dengan masukan ini, umat semakin mantap dalam beriman...horass
BalasHapus