Senin, 24 November 2014

Tahun Iman

Tahun  Iman
Pengurus  Gereja
Sebagai Pelaku Katekese 

Pengantar
Pertemuan Pengurus Gereja Paroki kali ini menjadi moment yang tepat menyikapi Tahun Iman yang sedang berjalan sekarang ini. Saat ini kita sedang berada di Tahun Iman. Paus Benediktus XVI (Uskup Emeritus Roma) membuka Tahun Iman dengan Surat Apostoliknya yang berjudul “Porta Fidei” mulai Oktober 2011. Surat ini menjadi himbawan dan penegasan bahwa salah satu tugas Gereja itu adalah mengajarkan – mewartakan agar iman itu semakin dipahami dan dihayati. Pembinaan umat khususnya pendampingan pemuka jemaat di KAM ini harus ditempatkan dalam bingkai ini agar pengajaran iman itu semakin diseriusi. Katekese dan pertemuan umat di setiap komunitas atau persekutuan-persekutuan berjalan dengan baik lewat  pendampingan para petugas pastoral. Para Pengurus Gereja mulai dari jajaran Stasi sampai ke Paroki sangat diharapkan lebih proaktif untuk membuat pengajaran dan pendampingan kelompok di tempat masing-masing. Dalam pertemuan  Pengurus Gereja kali ini kita hendak melihat dan juga menagaskan lebih jauh bahwa pengajaran iman itu sangat menentukan kwalitas iman umat kita.
                 
Ensklik “Porta Fidei” 2012
Dalam rangka ulang tahun kelima puluh tahun Konsilli Vatikan II dan ulang tahun kedua puluh tahun Katekismus Gereja Katolik, Paus Benediktus XVI telah menetapkan tahun 2012-2013 menjadi ‘Tahun Iman’. Tahun Iman dimulai 11 Oktober 2012 sampai hari Raya Kristus Raja 2013. Bapa Suci dengan tegas mengajak para uskup untuk  mendalami Tahun Iman itu sebagai dasar untuk mengenal dan menghidupi iman kepada Allah.


Dasar pertimbangan Paus dalam mencanangkan Tahun Iman ini adalah agar menjadi peristiwa yang penuh rahmat agar semua pihak memberi perhatian akan hidup imannya. Perlunya menemukan kembali perjalanan iman kita itu, agar supaya ia dapat memberikan pencerahan yang lebih jelas atas kegembiraan dan semangat yang senantiasa diperbarui dari perjumpaan kita dengan Kristus.

Paus menghimbau, “Gereja secara keseluruhan (umat – hirarki – religius) harus bergerak untuk membimbing umat keluar dari padang gurun, menuju ke tempat kehidupan, ke dalam persahabatan dengan Putra Allah, kepada Dia, Sang Pemberi kehidupan, bahkan kehidupan yang berkelimpahan”. Dengan kata lain bertindak seperti Kristus yaitu bergerak memimpin Umat Allah agar mereka diberdayakan untuk keluar dari kekeringan hidup rohani menuju kehidupan yaitu persahabatan dengan Allah dalam Dia yang rela memberikan diri dan kehidupan-Nya secara berkelimpahan demi keselamatan dunia.

Lebih lanjut dengan Tahun Iman ini mau ditekankan untuk memperkenalkan katekismus secara lebih luas. Memperkenalkan bukan sekedar untuk melihat bentuk dan tebalnya buku katekismus yang menjadi sumber utama rumusan iman itu tetapi menjadi pemahaman dan mendalami lebih jauh agar menjadi pemahaman dan penghayatan. Memahami secara sistematik isi dan inti iman Katolik yang terdapat dalam Katekismus Gereja Katolik.

Katekismus Gereja Katolik adalah rangkuman permenungan mengenai pokok-pokok iman terpenting terutama dari Konsili Vatikan II. Katekismus merupakan sebuah bagian integral dengan pembaharuan berkelanjutan dengan merangkul yang tua dan tradisional, sambil mengungkapkan sebuah cara-cara baru dalam rangka untuk menanggapi pertanyaan-pertanyaan zaman kita ini. 

Tahun Iman: Tahun Katekese dan Katekis
Sebelum naik ke surga, Yesus bersabda kepada para rasul: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa Murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuila, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mt 28: 18-20). Gereja mempunyai tugas utama untuk mewartakan atas mandat Kristus. Perintah Kristus ini menjadi dasar perutusan Gereja dalam karya katekese atau pewartaan. Dalam kata-kata ini bukan saja hanya menjadikan orang lain mendapat atribut sebagai orang kristen tetapi sungguh dituntun menghidupi identitasnya sebagai pengikut Kristus.

Gereja “mewartakan Injil” sebagai tugas perutusan mencakup “memaklumkan, memberi kesaksian, mengajar sakramen-sakramen, serta kasih akan sesama”, sebagai sarana mewartakan Injil. Tugas evangelisasi ini dilakukan oleh Gereja tahap demi tahap. Dekrit Konsili Ad Gentes menjelaskan proses evangelisasi mencakup: “kesaksian Kristiani, dialog, dan kehadiran dalam kasih” (AG 11-12); katekumenat dan inisiasi Kristen (AG 14); pendidikan komunitas-komunitas Kristiani melalui dan dengan perantaraan sakramen-sakramen dan para pelayannya (AG 15-18). Dengan ini evangelisasi dibangun atau dipahami berdasarkan tahap ekklesial, sehingga dibedakan antara kegiatan misioner kepada orang yang belum mengenal Injil; kegiatan katekese bagi mereka yang mempersiapkan diri menerima baptisan; serta pastoral untuk mereka yang sudah ada dalam pangkuan Gereja (Pedoman Umum Katekese (PUK) 49).

Semua hal di atas ini sangat terkait dengan bidang katekese. Katekese adalah bagian integral dari evangelisasi, maka berhubungan erat dengan unsur-unsur evangelisasi lainnya. Katekese memajukan dan mematangkan pertobatan awal, mendidik orang yang bertobat dalam iman dan menggabungkannya dalam komunitas Kristiani (PUK 61). Katekese ambil bagian dalam proses evangelisasi melalui katekese awal, katekese inisiasi Kristen (PUK 63-68), katekese pembinaan iman lanjut (PUK 69-72) maupun katekese melalui pelajaran agama di sekolah (PUK 73-76).

Katekese mendapat tekanan dalam tahun iman ini. Baiklah kita menyimak arti dan muatan katekese ini dan kaitannya dengan petugas katekese itu. Dua hal ini tidak dapat dipisahkan sekaligus mengajak kita untuk memboboti penugasan dan panggilan kita sebagai petugas pastoral (pengurus Gereja dan seksi katekese paroki). Dengan kata lain untuk memahami Tahun Iman ini kita hendak membangun kerangka refleksi kita dari pengertian katekese dan katekis sehingga gerakan Tahun Iman ini bukan sebatas waktu setahun tetapi menjadi gerakan berkelanjutan.

Katekese
Kata ‘Katekese’ berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘katechein’. Bentukan dari kata ‘Kat’ yang berarti pergi atau meluas dan kata ‘Echo’ yang berarti menggemakan atau menyuarakan.  Jadi ‘katechein’ dapat berarti menggemakan, menyuarakan, menggaungkan sesuatu ke telinga orang, mengajarkan perkataan-perkataan dengan mulut. Jadi katekese dapat diartikan sebagai kegiatan pengajaran atau penyampaian pesan-pesan, instruksi atau perkataan melalui mulut sehingga bergema terus di dalam hati dan pikiran para pendengar. Bahan pengajaran katekese semuanya berkaitan dengan iman Kristen. Gaung atau gema pengajaran itu menuntun orang hingga sampai pada suatu keyakinan dan kesadaran akan nilai iman Kristen hingga akhirnya menimbulkan tanggapan dalam dirinya.

Dalam anjuran apostolik Catechesi Tradende, Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kehidupan Kristen (CT,18).

Dengan demikian, katekese dapat diartikan sebagai usaha Gereja untuk membantu umat agar semakin berkembang dalam iman serta dapat mewujudkan iman itu dalam hidup sehari-hari. Pembinaan iman ini diberikan kepada semua lapisan umat (baik untuk anak-anak, kaum muda, maupun orang dewasa). Usaha pembinaan iman dengan menyampaikan ajaran kristiani bagi umat ini merupakan tanggung jawab Gereja yang penting. Atas dasar ini maka Gereja selalu menyuarakan pengajaran iman yang semakin membatin. Para bapa Uskup sungguh menyadari hal ini sebagai bagian tugas Gereja. Gereja tentu harus melihat bidang katekese sebagai salah satu tugas utamanya.

Himbawan Surat Apostolik Catechesi Tradende lebih tegas lagi menguraikan tugas katekese itu yaitu membawa orang ke dalam kesatuan dengan pribadi Yesus Kristus (CT 5). Dengan demikian melalui katekese orang diharapkan dapat mengembangkan pengertian tentang misteri Kristus dalam terang Sabda Allah, sehingga seluruh pribadinya diresapi oleh Sabda itu. Berkat karya rahmat Allah, orang kristiani diubah menjadi ciptaan baru dan mereka memutuskan untuk mengikuti Kristus, belajar berpikir dan bertindak seperti Dia, serta menilai segala sesuatu berdasarkan perintah-perintah-Nya. Menjadi pengikut Kristus berarti menyatakan “ya” kepada Kristus, setia mengikuti-Nya, dan mengandalkan-Nya dalam hidup sehari-hari (CT 20). 

Katekese sungguh merupakan tindakan gerejawi. Dengan demikian tugas katekese adalah mendukung pertumbuhan Gereja dengan mengembangkan 1) pengetahuan iman, 2) pendidikan liturgis, 3) pembinaan moral, dan 4) mengajar berdoa (PUK 85). Selain itu katekese juga 5) membawa orang masuk ke dalam hidup jemaat   serta 6) perutusannya termasuk menjalin relasi dengan umat kristen lainnya (dimensi ekumenis). Tugas berkatekese (mengajar) mencakup dua hal yaitu hal kegerejaan dan juga kemasyarakatan.

Dalam konteks Tahun Iman ini, kita harus memberi arah ke depan ini agar tugas katekese ini semakin nyata dalam karya pastoral kita. Ketegasan pembinaan umat semakin diperhatikan dan peluang untuk memberi katekese itu semakin dimanfaatkan sesemaksimal mungkin (baik segi pengajaran demi kedalaman pengetahuan dan bina rohani untuk kematangan spiritual).  

Katekis – Pengurus Gereja
Untuk menggapai tujuan agung di atas tentu mengandaikan  kehadiran pelaku katekese yang sungguh memberi hati dan waktu. Pengajaran atau pewartaan tidak akan berjalan bila tidak ada orang yang bersedia memberi diri untuk diutus. Memang secara prinsipiil tugas mengajar dan mewartakan itu adalah tugas seluruh umat. Subyek katekese adalah “Gereja” yaitu seluruh umat beriman diutus menjadi guru iman. Tetapi dari tengah-tengah umat ada yang diberi dan dipercayai sebagai petugas resmi yang disebut katekis.

Katekis secara singkat dapat dikatakan pelaksana tugas Gereja mengajar. Katekis yang menunjuk pada orangnya dengan memuat ‘katekese’ harus disikapi menjadi suatu panggilan terhormat di tengah umat. Katekis adalah orang yang menjalankan tugas sebagai pembina iman dan guru, pengajar yang menanamkan iman kepada Allah dalam Yesus Kristus secara sistimatis kepada banyak orang.

Menjadi seorang katekis merupakan rahmat sekaligus tugas panggilan untuk menanamkan nilai yang diajarkan Yesus kepada para murid-Nya. Sebagai karunia atau rahmat, tugas mengajar merupakan pemberian cuma-cuma dari Tuhan. Tidak semua orang memiliki kecakapan untuk mengajar, apalagi mengajar perihal iman. Hanya orang-orang yang dikaruniai dan terpilih dapat melakukan hal ini. Sebagai tugas dan panggilan kita harus bersyukur bahwa kita diperkenankan sebagai petugas pastoral. 

Tugas ini dipercayakan Kristus kepada Gereja-Nya dan diemban oleh Gereja dari masa ke masa, “Karena itu pergilah jadikanlah semua bangsa murid-Ku……” (Mt 28:19). Tugas pembinaan iman dan pengajaran itu harus dilihat menjadi peristiwa iman yang semakin hidup. KHK, Kan 776 menegaskan bahwa menjalankan tugas pengajaran iman para awam yang cakap atau katekis harus dilibatkan. Kepada para awam diberi kuasa untuk mengajar agama yang bersumber dari pada sakramen permandian yang mendorong setiap orang Kristen menjadi saksi Kristus.

Memang setiap orang beriman bertanggungjawab atas tugas Gereja Mengajar. Namun secara konkrit patut diakui bahwa dalam tangan para katekis proses katekese dapat terlaksana lebih baik dan efektif. Karena itulah diperlukan katekis-katekis yang terampil dan handal yang tidak hanya memahami isi iman itu tetapi juga mampu mengembangkan pola-pola berkatekese sehingga pesan pengajaran sungguh sampai pada umat dan menggerkan umat untuk hdup seturut nilai-nilai Injil. Pembinaan berlanjut baik untuk menambah keterampilan dan terutama pemantapan hidup spiritual harus semakin diupayakan.

Pengurus Gereja Sebagai Katekis di Tengah Umat
KAM sungguh menyadari peran katekis sejak awal masuknya Gereja Katolik di wilayah kita ini. Dari semula KAM telah melibatkan awam atau para pengurus Gereja untuk melaksanakan katekese. Ini merupakan kekhasan KAM yang menjadikan para pengurus Gereja stasi menjadi pelaku katekese.  Paradigma awam sebagai basis perkembangan Gereja dan keterlibatan awam dalam pelayanan sudah merupakan hal yang biasa di Gereja kita.

Ibadat Sabda yang dipimpin para Pemuka Jemaat tidak dianggap sesuatu yang ganjil, Pemuka Jemaat memimpin doa dalam peristiwa suka dan duka di tengah jemaat dianggap sebagai pelayanan penuh Gereja, pengajaran katekese untuk mempersiapkan umat dalam menerima pelayanan tertentu juga diserahkan pada Pemuka Jemaat. Semangat dan daya juang untuk mempertahankan kelangsungan stasi-stasi sangat ditentukan oleh peran serta para Pemuka Jemaat itu. Semua ini boleh dikatakan telah berjalan dan mentradisi yang membuat Gereja Katolik pun dapat mempertahankan keberadaannya di setiap stasi.

Terhadap situasi ini KAM selayaknya selalu bersyukur atas kesediaan para pengurus Gereja kita untuk melakoni peran katekis itu selama ini. Pada masa-masa yang lewat KAM melalui paroki-paroki hampir tidak memiliki atau kurang mengenal katekis profesional dalam artian tamatan lembaga pendidikan formal. Baru beberapa tahun terahkhir ini memang mulai hadir dan berperan di paroki-paroki para tenaga pastoral tamatan STFT atau STP. Selama ini semua tugas pembinaan disandang oleh para Pemuka Jemaat stasi-lingkungan. Untuk memampukan para pemuka jemaat dalam tugas mulia ini berbagai pendampingan, kursus-kursus dan sekolah pembinaan berlanjut seperti ‘Sekolah Kader Pastoral atau Tenaga Pastoral Awam’ atau Sekolah Porhanger diupayakan. Kebijakan ini diambil dengan kesadaran bahwa pembinaan iman umat itu sangat penting.

Dengan Tahun Iman ini kita harus semakin berani menegaskan bahwa tugas mengajar itu adalah tugas penting Gereja yang langsung diberikan oleh Yesus Kristus sendiri. Kita sebagai petugas pastoral, pengurus Gereja apalagi sebagai pengurus jajaran Paroki dan seksi katekese paroki dalam artian pemikir untuk pengembangan para katekis relawan di stasi-stasi perlu memikirkan pembekalan dan pendampingan katekis lapangan kita. Kita perlu memikirkan bersama bahwa para pengurus stasi kita semakin dapat menempatkan posisinya sebagai pelaku katekese serentak menjadi bapa rohani umat di tempat perutusan mereka masing-masing.

Kitab Hukum Kanonik dengan tegas merumuskan pendampingan para katekis agar dapat melakukan tugasnya dengan baik: “Hendaknya para Ordinaris wilayah berusaha agar para katekis disiapkan dengan sungguh-sungguh untuk dapat melaksanakan tugas mereka dengan baik, yakni supaya dengan diberikan pendidikan yang terus menerus mereka memahami dengan baik ajaran Gereja dan mempelajari secara teoretis dan praktis norma-norma yang khas untuk ilmu-ilmu pendidikan” (Kan 780) . Dalam konteks kita dapat dikatakan bahwa perlu memikirkan pembinaan yang teratur dan terencana kepada para pengurus Gereja kita sebagai pelaku katekese. Selain usaha pribadi untuk belajar terus menerus dalam rangka peningkatan pengetahuan, paroki sebagai institusi harus lebih proaktif memikirkan pendampingan umat lewat para pengurus Gereja.   

Kwalitas Hidup Rohani Petugas Pastoral
Sebagai katekis atau petugas pastoral (pengurus Gereja) memang dituntut suatu sikap hidup yang membuat pewartaannya semakin meyakinkan dan memikat yang lain. Tugas panggilan katekis (para pengurus) ini merupakan perutusan atas nama Gereja dan Yesus Kristus. Iman yang diajarkan harus didasari suatu sikap hidup yang jelas dan nampak bagi umat dan juga dalam batin petugas pastoral itu sendiri. Ada bebarapa hal yang perlu disikapi sebagai petugas pastoral agar iman sendiri semakin bertumbuh dan berbuah dalam hidupnya:
1.      Hidup Meditatif (Hidup Doa)
Sebagai  petugas pastoral, pelaksana katekese, atau pengurus harus kental hidup doa dalam dirinya. Dia tidak hanya menyampaikan apa yang diketahui tetapi apa yang diyakini dan dihayatinya. Pengurus Gereja atau pelaku katekese dipanggil merenungkan misteri yang tersembunyi dalam Allah dan yang diwahyukan dalam Yesus Kristus. Ini dapat berarti bahwa kita dipanggil untuk hidup meditatif atau kontemplatif. Hal ini tampak secara jelas dalam diri para petugas pastoral atau yang sangat bergelut dalam pelayanan umat. Sebagai pelayaan umat mutlak lahir dari kontemplasi akan karya Allah yang menyelamatkan dunia dalam sabda dan dalam kehadiran-Nya yang misterius dan penerimaan dalam batin kehendak Allah yang mau berbicara dengan manusia

Untuk mewartakan Sabda Allah, para pengurus dan pelaksana katekese tidak boleh melalaikan kontemplasi dalam keheningan dan kesediaan mendengarkan Allah. Karena bila kontemplasi diabaikan, kata-kata yang muncul dalam pewartaan bisa bersifat manusiawi saja, tidak berdimensi ilahi dan tidak keluar dari iman yang hidup. Aktivitas tanpa didasari atas kehangatan batin dengan Tuhan tidak akan membawa Tuhan kepada umat, dan tidak membawa umat kepada Tuhan. Karena petugas pastoral (pengurus Gereja) menghantar orang untuk mengenal Allah maka, hidup doa harus menjadi salah satu unsur penting dalam hidupnya.

Ada penulis rohani mengatakan: “Domba melahirkan domba, binatang melahir binatang, tumbuhan menumbuhkan tumbuhan, Allah melahirkan Allah, manusia melahirkan apa? Manusia Allah harus melahirkan manusia Allah juga. Dengan hidup doa kita menjadikan kita manusia Allah dan akan melahirkan manusia Allah juga.

2.      Memiliki Cita Rasa Biblis
Sabda Tuhan adalah sumber utama ajaran iman. Kita dipanggil untuk menggaungkan Sabda Tuhan dalam situasi kini dan di sini (hic et nunc). Sabda Tuhan terselubung dalam Kitab Suci. Sabda Tuhan yang terdapat dalam Kitab Suci khususnya Perjanjian Baru harus menjadi bahan meditasi dan bacaan rohani para petugas pastoral atau pengurus Gereja. Dari satu pihak para pengurus khususnya kita sebagai pengurus, bapa-ibu rohani, pelaku katekese diharapkan tetap akrab dengan Kitab Suci dan juga terbuka pada eksegese yang selalu baru terutama dengan hal yang bersifat renungan. Pendalaman Kitab Suci baik sebagai pribadi dan bersama menjadi moment keterbukaan hati, keterbukaan diri  pada Tuhan.

3.      Memiliki Cita Rasa Liturgis
Liturgi sumber dan puncak perayaan iman. Dalam liturgi kita juga merenungkan Sabda Allah. Dalam Liturgi juga kita merayakan peristiwa hidup umat. Pemakluman Sabda Allah dalam liturgi mutlak serentak juga merupakan doa dan tindakan. Oleh sebab itu, para pengurus Gereja perlu memahami makna liturgis yang menjadi jalan untuk memupuk kehidupan doa dan kesalehan liturgis. Para pengurus Gereja harus menata tata perayaan yang baik, selalu terlibat dalam perayaan-perayaan iman, pertemuan liturgi, kegiatan devosional yang menghantar dia menangkap kekayaan dan nilai rohani itu. Ada banyak bentuk perayan iman di dalam Gereja yang merupakan sumber dan kekuatan penuh rahmat bagi hidup beriman kita. Seraya memadukan sabda Kristus dan ritus, kita mengusahakan kesatuan antara Ekaristi dan cinta kasih, antara perayaan liturgis dan praktek hidup sehari-hari.

4.      Memiliki Cita Rasa Teologis
Selaku pewarta dan pengajar iman, kita harus harus memiliki pemahaman ajaran yang benar dan selalu segar. Ajaran kita harus selalu mengacu pada norma iman yang diterimah oleh semua umat. Dalam hal ini kita harus terbuka pada pengajaran dan kesediaan untuk selalu mengikuti pembinaan agar pengetahuan kita semakin diperkaya serta semakin menemukan bahasa yang tepat dan aplikatif. Kekatolikan kita sangat kaya akan simbol dan memiliki tradisi kerohanian yang sarat makna dan pesan. Semua ini membuat kita tidak boleh berhenti dan cepat puas atas apa yang sudah kita ketahui sekarang ini. Perkembangan jaman ini membuat kita harus selalu mengisi hidup spiritual kita tetapi juga meluaskan wawasan pengetahuan keagamaan. Tahun iman mengajak kita untuk lebih paham akan muatan iman kita dan bagaimana kita menghidupinya dalam kemajemukan kini. Kesalehan atau hidup rohani kita sangat ditentukan oleh pemahaman akan ajaran iman itu.

5.      Memiliki Cita Rasa Ekklesial
Sebagai petugas pastoral atau pengurus Gereja kita diutus ke tengah-tengah umat. Para murid diutus untuk membangun dan mengemangkan komunitas (persekutuan). Konsili Vatikan II dalam dokumen Lumen Gentium (LG) dan Gaudium et Spes (GS) menandaskan bahwa Gereja adalah persekutuan umat Allah dalam Kristus, yang dipersatukan oleh Roh Kudus; dipanggil menjadi sakramen di dunia ini, yakni menjadi tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia dalam Kristus. Itu berarti para pengurus Gereja dan sebagai pelaksana katekese seharusnya harus hidup dalam kebersamaan yang padu dengan komunitas umat berimannya. Lebih jauh dapat juga dikatakan bahwa hidup petugas pastoral itu harus berakar dalam kesalehan umat Kristen yang hidup dan aktual, seraya mengambil bagian dalam setiap perjuangan, pencarian, kegelisahan dan kegembiraan dan dalam penderitaan Gereja. Melalui peristiwa-peristiwa yang dialami oleh umat Kristen, yang sepatutnya menjadi bahan refleksinya, petugas pastoral semakin mengenal realisasi rahasia penebusan Kristus. Atas cara ini, petugas pastoral atau para pengurus Gereja menjadi sanggup berbicara dalam dunia seperti Kristus.
Keterbukaan terhadap spiritualitas lingkungan tempat ia hidup dan mengabdi sangatlah perlu. Bersama warga selingkungan, para pengurus Gereja dan pelaksana katekese berusaha mengecap kekayaan doa, dan pada waktu yang sama darinya dituntut spiritualitas untuk setia kepada hirarki Gereja yang menugaskannya. Seorang pengurus Gereja dan sekaligus sebagai pelaksana katekese bukan saja seorang beriman, melainkan juga penanggungjawab kehidupan beriman umat dalam wialayah yang dipercayakan oleh pastor paroki (uskup) kepadanya.

Penutup
Tahun Iman ini bukan gerakan sesaat tetapi gerakan terus menerus karena penugasan untuk mewartakan dan mengajar berjalan sepanjang masa. Tahun Iman ini harus masuk agenda hidup kita di tempat kita masing-masing. Gereja lokal ini akan kuat jika iman umat beriman kuat dan semakin memahami ajaran imannya. Iman akan kuat jika katekese, pengajaran, pembinaan iman umat secara berkesinambungan dan berjenjang dijalankan terus menerus.


P.Octavianus Situngkir, OFMCap
Komkat  KAM




Keterangan Logo :
*. Sebuah kapal /perahu yang sedang berlayar di tengah arus dunia
*. Tiangnya adalah Salib Kristus
*. Layarnya adalah monogram IHS, yang memiliki beberapa makna:
IHS = IESUS, HOMINUM SALVATOR : Yesus Penyelamat manusia
IHS = IESUM HABEMUS SOCIUM: Kita punya Yesus yang menemani
IHS = IESUS, HOMO, SALVATOR : Yesus, manusia, penyelamat

IHS = IESUS HRISTO SOTER (yun): Yesus Kristus Sang Juru Selamat

*. Monograme ini juga dimaknai sebagai
IHSV = IN HOC SIGNO VINCES : dalam/dengan tanda ini anda menang
.
* Hembusan angin pada layar monogram IHS membentuk lingkaran pada    Salib, yang memberi simbol : matahari, dunia, dan juga hosti Ekaristi.
* Semuanya ini memberi makna tentang Trinitas bahwa Bapa – Putera – Roh Kudus hadir dalam dan bersama GerejaNya. Dia berlayar bersama Gereja di tengah arus jaman dunia, dengan terus dan tetap menghembusi RohNya yang menghidupkan, dan menguatkannya dengan Ekaristi, roti kehidupan. Namun dalam berlayar bersama itu, Gereja (umat Allah) mendapat panggilan dan tugas untuk mewartakan Injil. Inilah tugas dan kewajiban setiap pengikut Kristus untuk Evangelisasi dengan cara baru, sesuai dengan arus jaman. “Mari ikutilah Aku, kamu akan Kujadikan penjala manusia.” (Mat 4, 19) Jangan takut, sebab kita mempunyai tanda kemenangan, yakni tanda Salib. Dalam dan dengan tanda salib Kristus Yesus, Sang Juru Selamat, anda (kita) pasti menang.

Selamat memahami dan menghidupi Iman!

1 komentar:

  1. Terimakasih banyak atas masukannya pastor, semoga dengan masukan ini, umat semakin mantap dalam beriman...horass

    BalasHapus